by Essa Almallia Rahmi
-di suatu senja dimana kita tidak perlu memperdebatkan warnanya-
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang biasanya menyukai waktu-waktu dipenghujung senja, dan menyukai hujan yang sering kali turun di sela-sela nya
Dan walaupun kita telah memiliki cincin yang sama di jari manis kita, kamu pun tetap seperti biasa, tidak menyukai rintik yang pikirmu bisa memicu sakit kepala
Hanya dengan senyuman yang telah kau ketahui artinya apa, aku akan segera memutar lagu favoritku, mengeraskan volumenya, lalu berlarian ke halaman samping rumah kita, mengibaskan gaun hijau lama, bernyanyi dan menari (tanpa harus kau bilang seperti orang gila), dan kamu dengan gelengan kepala yang amat mirip papa, tertawa-tawa saja, sembari mengelap kakimu yang ikut terkena rintik hujan pertanda tidak rela
Hey, kamu menegrti arti tatapanku, bukan?
Jangan sunggingkan senyum penuh ancaman, sayang..
Ini HANYA hujan!
Tidak akan hentikan tugas mengetik laporan yang kau rencanakan akan kau kerjakan semalaman
Sadar kalau kau tak mempan rayuan disaat hujan
Aku akan dengan senang hati ikut berselonjor disampingmu, di pintu dapur yang membentang halaman samping rumah kita yang besarnya tidak seberapa, dengan sudut sebelah kanan penuh gundukan tanah saat kita mencoba menanam beberapa bunga
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang sedang dilanda euforia hujan dan senja (seperti biasa)
Seperti kamu yang akan mengusap bagian bawah mataku jika ada air yang menggenang, entah itu keringat atau air mata (seperti biasa)
Dan sembari meletakkan handuk besar dikepalaku kau berkata (seperti biasa):
‘Aku mencintai kamu
Kamu saja’
Dengan nada yang dipaksa lugu aku bertanya:
‘tidak sepaket dengan hujan nya?’
Kau akan menggeleng dengan cepat dan mendekatkan wajahmu padaku, menyukai ekspresiku, mencubit hidungku, mengusap pipiku lalu berkata:
TIDAK
Dan hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Ketika hujan tak henti mendera di senja
Dan kita, hingga SENJA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar