by Essa Almallia Rahmi
Semenjak aku mengenal debaran yang menarik senyum tanpa aturan,
atau luka yang seenaknya membasahkan mata,
aku selalu mempercayakan semuanya pada WAKTU:
- menyerahkan rotasi kehidupan pada lingkarannya
- mensiasati kepedihan dalam pelukannya
- tanpa mengabaikan keajaiban yang berpendar disekelilingnya
aku pernah menghakimi segala sesuatunya dari sudut pandang yang paling picik,
maka aku juga pernah menemukan 'mereka' - yang dengan bijak dan sabar membimbingku pada jalur utama-
aku pernah terpuruk dalam kubangan cinta,
menikmati jadi orang yang tersakiti dan menghujat mereka yang kini berbahagia,
maka aku juga pernah menemukan 'mereka' - yang dengan pengalamannya mendukung kebencianku, lalu menenggelamkannya pada satu kata :
i k h l a s
ah,nikmat rasanya menguasai hal yang tidak semua orang bisa..
sekarang aku masih disini,
masih dikelilingi tempat yang sama pada waktu-waktu terburukku,
tapi bisa memandang dan merasa semuanya dengan asa yang berbeda..
aku masih mencintai jingga yang basah,
bukan untuk meluapkan keresahan lagi,
sekedar menyadarkan seseorang bahwa kebanyakan orang tak tahan dengan pesonanya,
bahkan untuk sekedar menambah koleksi warna yang kukagumi (selain hijau tentunya..)
aku mkasih,, ah.. bukan..
aku semakin mencintai hujan,
bukan lagi dengan tatapan d e j a v u dibalik jendela,
tapi dengan tatapan mantap, dan ingin skali berkata:
' hei,,hujan ini ini menahan KITA ditempat yang sama'
dan aku bahagia..
aku tidak peduli dengan usia,
aku tidak peduli dengan embel-embel abege yang sering kusematkan pada cerita kita,
aku tidak peduli jika tiba-tiba tertawa dan jantungku berlomba,
aku tidak peduli dengan pengakuan,
aku tidak peduli dengan apa kata mereka,
karena aku tidak sanggup menyangkal apa-apa, bahwa :
aku jatuh .....
ah, apakah itu cinta?
well,, aku tidak akan lupa membahas WAKTU untuk yang kesekian kalinya
karena dengan mempercayakan semuanya pada waktu,
aku menemukan lagi pusat rotasi kehidupanku,
aku menemukan cara untuk keluar hidup-hidup dari kesakitan itu,
dan aku masih menamai 'mereka yang selalu ada' dengan panggilan - malaikat dengan segala keajaibannya-
aku sayang kalian - yang dengan sadar atau tidak, slalu mendoakan yang terbaik untukku-
aku sayang kamu - yang dengan sadar atau tidak, menyempurnakanku-
Sabtu, 12 Juni 2010
(setidaknya) bagiku..
by Essa Almallia Rahmi
Aku tidak bisa memastikan bahwa bunga-bunga akan mekar lebih indah saat kita lewat, berjalan beriringan sembari menuntun langkah masing-masing dengan cinta, lalu kita akan bercerita tentang dosen yang entah kapan akan memberimu nilai A, atau kita akan sedikit berdebat tentang realita (dan kau akan berulang kali berkata bahwa aku hidup dengan terlalu mengedepankan rasa), seiring waktu bergulir yang hitungannya selalu detik saat kita bersama, maka aku akan bicara perihal hujan atau senja.. (dan kau akan mengolokku bahwa jingga bukanlah orange,huh.. tau apa kau tentang warna?) dan kita akan menyepakati bahwa kita tidak peduli dengan apa kata mereka yang mencibir dibelakang punggung kita ketika kita berucap setia, karna kita akan lebih suka berdebat tentang kita, perihal kenapa aku begitu menyukai hijau dan perihal kamu yang tak pernah mau menyisir rapi rambutmu..
Aku tidak bisa memastikan bahwa kedamaian akan slalu menaungi kita, ketika menjelang malam kau mulai berkelakar tentang rindu, dan kebutuhan akan masa depan terwujud sendu dalam lamunanku akan dirimu, yang membuatku berguling-gulng bodoh diperaduanku yang kualaskan warna hijau itu, lalu aku akan pura-pura bertanya kenapa kamu begitu ingin menjadi selimut yang kau cemburui karna selama ini memberiku kehangatan, dan aku akan menggenggam malam dengan sempurna saat kudengar jawaban yang sangat sederhana - aku menyayangimu-
Aku benar-benar tidak bisa memastikan apa-apa,
yang bisa kupastikan setidaknya
BAGIKU, bunga memang mekar lebih indah dan kedamaian senantiasa ada, saat kau berucap -aku akan slalu ada- dipenghujung telfonmu,
dan hey,, hal itu sungguh mewakilkan beribu kecupan, berjuta dekapan..
Aku tidak bisa memastikan bahwa bunga-bunga akan mekar lebih indah saat kita lewat, berjalan beriringan sembari menuntun langkah masing-masing dengan cinta, lalu kita akan bercerita tentang dosen yang entah kapan akan memberimu nilai A, atau kita akan sedikit berdebat tentang realita (dan kau akan berulang kali berkata bahwa aku hidup dengan terlalu mengedepankan rasa), seiring waktu bergulir yang hitungannya selalu detik saat kita bersama, maka aku akan bicara perihal hujan atau senja.. (dan kau akan mengolokku bahwa jingga bukanlah orange,huh.. tau apa kau tentang warna?) dan kita akan menyepakati bahwa kita tidak peduli dengan apa kata mereka yang mencibir dibelakang punggung kita ketika kita berucap setia, karna kita akan lebih suka berdebat tentang kita, perihal kenapa aku begitu menyukai hijau dan perihal kamu yang tak pernah mau menyisir rapi rambutmu..
Aku tidak bisa memastikan bahwa kedamaian akan slalu menaungi kita, ketika menjelang malam kau mulai berkelakar tentang rindu, dan kebutuhan akan masa depan terwujud sendu dalam lamunanku akan dirimu, yang membuatku berguling-gulng bodoh diperaduanku yang kualaskan warna hijau itu, lalu aku akan pura-pura bertanya kenapa kamu begitu ingin menjadi selimut yang kau cemburui karna selama ini memberiku kehangatan, dan aku akan menggenggam malam dengan sempurna saat kudengar jawaban yang sangat sederhana - aku menyayangimu-
Aku benar-benar tidak bisa memastikan apa-apa,
yang bisa kupastikan setidaknya
BAGIKU, bunga memang mekar lebih indah dan kedamaian senantiasa ada, saat kau berucap -aku akan slalu ada- dipenghujung telfonmu,
dan hey,, hal itu sungguh mewakilkan beribu kecupan, berjuta dekapan..
Si Pencuri Kue-Hati
by Just Abim]
Seorang wanita muda nan menawan baru saja terlepas dari belenggu antrean ticket di sebuah sudut, di bandara Kotaku. Wajah manisnya terlihat lelah, namun ia puas telah mendapatkan ticket-nya. Di lembaran itu tertulis Tiiiiiiiiiitttttttt, (red-bukan nama sebenarnya). Keberangkatannya masih 33 menit, 33 detik lagi. Untuk menghabiskan waktu, si wanita membeli sebuah buku TTS (Tagiah-tagiah Sanang) untuk sedikit mengasah otak dan sebungkus kue ber-structure hati. Si wanita memilih sebuah sofa yang cukup nyaman dan menghempaskan tubuh mungilnya di sana. Setelah beberapa saat si wanita mulai disibukkan oleh TTS-nya. Tak lama tanpa menunggu waktu, tak disangka, tak diduga, datang tak di jemput, pulang tak bilang-bilang, seorang pemuda yang,...lumayanlah (khan ini...), telah duduk di sofa ketiga. Mereka terpisah jarak oleh sebungkus kue-hati. Si wanita mengabaikan si pemuda dan melanjutkan pertarungan dengan Tagiah-Tagiah Sanang-nya, sambil melahap sepotong kue hati di sebelahnya. Tiba-tiba si pemuda dengan senyum simpulnya ikut mengambil dan melahap sepotong kue-hati itu. Awalnya si wanita mengabaikannya, namun setiap kali dia mengambil sepotong kue-hati itu, si pemuda pun ikut mengambil sepotong. Dia pun menatap si pemuda dengan pandangan pembunuh kejam. Si pemuda hanya tersenyum padanya.
Parasnya lumayan, setingkat di bawah aktor Hollywood Tom Curse (kutukan). Dia mengenakan seragam pegawai bandara itu. Di kartu nama yang bergelantungan di dada bidang si pemuda tertulis Abim Bima Maib. Dia masih saja tersenyum simpul, seperti tali sepatunya. Si wanita menjadi semakin kesal dengan si pemuda pencuri kue-hati itu, yang dengan tidak sopan mengkonsumsi kue-hatinya tanpa izin, sakit atau absen. Hingga akhirnya tersisa satu potongan kue-hati terakhir, si wanita lalu menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan si pemuda yang tak tahu sopan. Lalu dengan santai badainya si pemuda mengambil kue-hati terakhir itu dan membaginya menjadi dua. Sebagian dia berikan kepada si wanita dan sebagian lagi dilahapnya sendiri. Ia pun masih tetap tersenyum. Si wanita telah mencapai puncak ledakannya. Dengan marah dia merebut sebagian potongan kue-hati itu dan berlalu meninggalkan si pemuda tanpa sepatah katapun.
Selang beberapa menit, si wanita telah bertengger di dalam pesawat tumpangannya. Buku Tagiah-tagiah Sanang yang sedari tadi digenggamnya, dibenamkan dengan paksa ke dalam tas hitam kulit buaya-nya. Tiba-tiba tangannya merogoh sesuatu. Dengan bernafsu dia menarik keluar benda tersebut. Jantungnya tertahan, nafasnya terhenti, dan bola matanya membesar. Benda itu ternyata bungkusan kue-hati yang tadi dibelinya, bahkan labelnya masih menempel seperti cicak. Ia memeras otaknya..., lalu ia terhenyak. Ternyata kue-hati yang tadi di konsumsinya bersama si pemuda bukanlah miliknya, melainkan kue-hati milik si pemuda. Bukan si pemuda yang mencuri kue-hatinya, tapi dialah yang mencuri kue-hati si pemuda. Di pandanginya setengah kue-hati dari si pemuda tadi, ingin rasanya dia mencari si pemuda tadi. Namun terlambat, si burung besi telah lepas landas meninggalkan kepulan debu di aspal bandara. Setengah kue-hati menjadi kenangan terakhir dari si pemuda yang selalu tersenyum. Sementara, dari bandara si pemuda bergumam sambil melihat pesawat yang mengudara,
”Yah, setidaknya aku sempat melihat keindahan walau untuk sesaat, dan itu cukup untuk menghantarkanku mengenal apa yang disebut kebahagiaan semu”.
Lalu dia berlalu untuk melanjutkan tugasnya sambil melantunkan lagu “Kenangan Terindah”.
Seorang wanita muda nan menawan baru saja terlepas dari belenggu antrean ticket di sebuah sudut, di bandara Kotaku. Wajah manisnya terlihat lelah, namun ia puas telah mendapatkan ticket-nya. Di lembaran itu tertulis Tiiiiiiiiiitttttttt, (red-bukan nama sebenarnya). Keberangkatannya masih 33 menit, 33 detik lagi. Untuk menghabiskan waktu, si wanita membeli sebuah buku TTS (Tagiah-tagiah Sanang) untuk sedikit mengasah otak dan sebungkus kue ber-structure hati. Si wanita memilih sebuah sofa yang cukup nyaman dan menghempaskan tubuh mungilnya di sana. Setelah beberapa saat si wanita mulai disibukkan oleh TTS-nya. Tak lama tanpa menunggu waktu, tak disangka, tak diduga, datang tak di jemput, pulang tak bilang-bilang, seorang pemuda yang,...lumayanlah (khan ini...), telah duduk di sofa ketiga. Mereka terpisah jarak oleh sebungkus kue-hati. Si wanita mengabaikan si pemuda dan melanjutkan pertarungan dengan Tagiah-Tagiah Sanang-nya, sambil melahap sepotong kue hati di sebelahnya. Tiba-tiba si pemuda dengan senyum simpulnya ikut mengambil dan melahap sepotong kue-hati itu. Awalnya si wanita mengabaikannya, namun setiap kali dia mengambil sepotong kue-hati itu, si pemuda pun ikut mengambil sepotong. Dia pun menatap si pemuda dengan pandangan pembunuh kejam. Si pemuda hanya tersenyum padanya.
Parasnya lumayan, setingkat di bawah aktor Hollywood Tom Curse (kutukan). Dia mengenakan seragam pegawai bandara itu. Di kartu nama yang bergelantungan di dada bidang si pemuda tertulis Abim Bima Maib. Dia masih saja tersenyum simpul, seperti tali sepatunya. Si wanita menjadi semakin kesal dengan si pemuda pencuri kue-hati itu, yang dengan tidak sopan mengkonsumsi kue-hatinya tanpa izin, sakit atau absen. Hingga akhirnya tersisa satu potongan kue-hati terakhir, si wanita lalu menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan si pemuda yang tak tahu sopan. Lalu dengan santai badainya si pemuda mengambil kue-hati terakhir itu dan membaginya menjadi dua. Sebagian dia berikan kepada si wanita dan sebagian lagi dilahapnya sendiri. Ia pun masih tetap tersenyum. Si wanita telah mencapai puncak ledakannya. Dengan marah dia merebut sebagian potongan kue-hati itu dan berlalu meninggalkan si pemuda tanpa sepatah katapun.
Selang beberapa menit, si wanita telah bertengger di dalam pesawat tumpangannya. Buku Tagiah-tagiah Sanang yang sedari tadi digenggamnya, dibenamkan dengan paksa ke dalam tas hitam kulit buaya-nya. Tiba-tiba tangannya merogoh sesuatu. Dengan bernafsu dia menarik keluar benda tersebut. Jantungnya tertahan, nafasnya terhenti, dan bola matanya membesar. Benda itu ternyata bungkusan kue-hati yang tadi dibelinya, bahkan labelnya masih menempel seperti cicak. Ia memeras otaknya..., lalu ia terhenyak. Ternyata kue-hati yang tadi di konsumsinya bersama si pemuda bukanlah miliknya, melainkan kue-hati milik si pemuda. Bukan si pemuda yang mencuri kue-hatinya, tapi dialah yang mencuri kue-hati si pemuda. Di pandanginya setengah kue-hati dari si pemuda tadi, ingin rasanya dia mencari si pemuda tadi. Namun terlambat, si burung besi telah lepas landas meninggalkan kepulan debu di aspal bandara. Setengah kue-hati menjadi kenangan terakhir dari si pemuda yang selalu tersenyum. Sementara, dari bandara si pemuda bergumam sambil melihat pesawat yang mengudara,
”Yah, setidaknya aku sempat melihat keindahan walau untuk sesaat, dan itu cukup untuk menghantarkanku mengenal apa yang disebut kebahagiaan semu”.
Lalu dia berlalu untuk melanjutkan tugasnya sambil melantunkan lagu “Kenangan Terindah”.
persimpangan
by Essa Almallia Rahmi
Pernah ada ragu di rabu,
sejenak mengaburkan langkahku menujumu,
haruskah aku 'slalu' berbelok kekiri?
menyusuri banda kali hanya untuk menikmati senyuman manis dari gigimu yang rapi?
atau, aku lurus saja?
menuju rumah yang tak pernah kutau warnanya seterang apa sebelum senja?
dengan sedikit memantapkan hati, (ah,oukay,aku sendiri tidak yakin hati ini butuh pemantapan lagi,karna slalu ada sebongkah rindu yang mendesak untuk segera diselesaikan didalam sini)
LAGI aku berbelok kekiri,
kali ini aku disambut dengan ringisanmu tentang betapa panasnya hari,
aku akan menggodamu sedikit untuk membuka usaha eskrim stroberi dineraka nanti,
lalu aku akan mendapat jitakan kecil sembari kau merapikan rambut atau sekedar membenarkan letak kacamata ku dan berkata: 'kamu iniii!!'
dan pasti, beserta senyuman manis dan gigimu yng rapi.
Disini,
waktu tidak ada artinya,sayang
tawa mereka yang begitu riang
mengantarkan sore pengganti siang
dan aku selalu menyukai banda kali dikala petang
ketika aku duduk sendiri ditepi sini,
kau akan menghampiriku untuk sekedar membayar utang,
utang waktu dan cerita, betapa hari ini mengajarkanmu tentang kesabaran, dan betapa hari ini membuatku sadar akan tugas-tugas yang smakin menyesakkan
Disini,
waktu tidak ada artinya,sayang
ketika kau mencuri genggam sepanjang petang
dan (memang) hanya kebahagiaan yang terhidang
dan ya,
aku tidak pernah menyesali langkahku
karna aku tau,ada waktunya aku harus lurus menyusuri jalan yang tak ada habisnya
satu jam mengantarkanku menuju rumah yang warnanya slalu pucat saat aku pulang
aku tidak pernah menyesali langkahku
karna aku tau, ada waktunya aku harus mengurusi dapur
mencuci bersih semua rantang dan pinggan
berbagi kecupan pada dua sosok yang selalu aku sayang,
kepada papa yang selalu menawarkan guyonan tentang ayah yang malang menanti anaknya pulang
kepada mama yang slalu bertanya tentang kebutuhan apa yang masih kurang, alasan yang membuatnya gigih mencari uang
dan aku slalu menjawab mereka dengan lantang ketika duduk didepan pintu melepas spatu keds ku yang agak lapang:
'anakmu akan slalu pulang,Pa. menyisihkan sisa-sisa malam sembari memijat tubuhmu yang kau keluhkan sakit pada tulang'
'anakmu tak kurang sesuatu apapun, Ma. Semuanya cukup. maka tutuplah buku utang itu dan dengarkan bagaimana aku menghabiskan petang'
aku tidak pernah menyesali langkahku,
yang slalu berbelok kekiri,menujumu
dan kemudian melangkah laju menuju mereka
karna dengan begitu,
aku tidak harus sibuk mencandumu disaat malam,
sang bulan juga tidak harus menertawai kita yang rela berlama-lama berkutat pada telfon genggam.
Pernah ada ragu di rabu,
sejenak mengaburkan langkahku menujumu,
haruskah aku 'slalu' berbelok kekiri?
menyusuri banda kali hanya untuk menikmati senyuman manis dari gigimu yang rapi?
atau, aku lurus saja?
menuju rumah yang tak pernah kutau warnanya seterang apa sebelum senja?
dengan sedikit memantapkan hati, (ah,oukay,aku sendiri tidak yakin hati ini butuh pemantapan lagi,karna slalu ada sebongkah rindu yang mendesak untuk segera diselesaikan didalam sini)
LAGI aku berbelok kekiri,
kali ini aku disambut dengan ringisanmu tentang betapa panasnya hari,
aku akan menggodamu sedikit untuk membuka usaha eskrim stroberi dineraka nanti,
lalu aku akan mendapat jitakan kecil sembari kau merapikan rambut atau sekedar membenarkan letak kacamata ku dan berkata: 'kamu iniii!!'
dan pasti, beserta senyuman manis dan gigimu yng rapi.
Disini,
waktu tidak ada artinya,sayang
tawa mereka yang begitu riang
mengantarkan sore pengganti siang
dan aku selalu menyukai banda kali dikala petang
ketika aku duduk sendiri ditepi sini,
kau akan menghampiriku untuk sekedar membayar utang,
utang waktu dan cerita, betapa hari ini mengajarkanmu tentang kesabaran, dan betapa hari ini membuatku sadar akan tugas-tugas yang smakin menyesakkan
Disini,
waktu tidak ada artinya,sayang
ketika kau mencuri genggam sepanjang petang
dan (memang) hanya kebahagiaan yang terhidang
dan ya,
aku tidak pernah menyesali langkahku
karna aku tau,ada waktunya aku harus lurus menyusuri jalan yang tak ada habisnya
satu jam mengantarkanku menuju rumah yang warnanya slalu pucat saat aku pulang
aku tidak pernah menyesali langkahku
karna aku tau, ada waktunya aku harus mengurusi dapur
mencuci bersih semua rantang dan pinggan
berbagi kecupan pada dua sosok yang selalu aku sayang,
kepada papa yang selalu menawarkan guyonan tentang ayah yang malang menanti anaknya pulang
kepada mama yang slalu bertanya tentang kebutuhan apa yang masih kurang, alasan yang membuatnya gigih mencari uang
dan aku slalu menjawab mereka dengan lantang ketika duduk didepan pintu melepas spatu keds ku yang agak lapang:
'anakmu akan slalu pulang,Pa. menyisihkan sisa-sisa malam sembari memijat tubuhmu yang kau keluhkan sakit pada tulang'
'anakmu tak kurang sesuatu apapun, Ma. Semuanya cukup. maka tutuplah buku utang itu dan dengarkan bagaimana aku menghabiskan petang'
aku tidak pernah menyesali langkahku,
yang slalu berbelok kekiri,menujumu
dan kemudian melangkah laju menuju mereka
karna dengan begitu,
aku tidak harus sibuk mencandumu disaat malam,
sang bulan juga tidak harus menertawai kita yang rela berlama-lama berkutat pada telfon genggam.
Menjadi Dewasa Itu Menyakitkan
by Ikbal Muhammad
Menjalani hidup ternyata tak semudah yang kupikirkan saat kecil dulu
Ceria yang selalu dari sesosok aku 10 tahun lalu pudar sudah
Dan menghilang entah kemana
Berubah menjadi galau, pesimis dan kusut…
Dulu, tangisku adalah juga bahagiaku
24 jam kulalui tanpa duka, dan terasa lama
Kini waktu seperti hembusan angin
Berlalu, dan yang kurasa hanya lelah
Tidurku tak lagi nyenyak
Mimpi-mimpi penuh dengan aneka kontaminasi
Saat aku memulai mencoba merengek pada ibuku yang semakin tua
Beliau hanya tersenyum seraya berkata, “Kamu sudah Dewasa”
Ah.....
Aku rindu pada saat dimana ku tak peduli pada berapa banyak uang di sakuku
Aku rindu pada saat dimana ku berkhayal tanpa harus menatap jam dinding
Aku rindu pada saat dimana aku tak takut untuk berbagi cinta dengan tulus
Akupun rindu pada saat dimana aku hanya dapat berhitung sampai sepuluh
Kini cita-citaku tak lagi banyak dan tinggi
Tidurku hanya untuk melepas lelah
Senyumku hanya untuk melepas penat
Hari-hari menjadi semakin padat oleh aneka pikiran yang kian sempit
Aku yang sekarang menyesal dengan keadaan
Aku merasa menjadi seorang penyemburu, melancholish, egois, pamrih…
Dulu aku menangis saat ibu memarahiku, kini aku menangis oleh amarahku sendiri
Dan aku mulai berpikir, menjadi dewasa itu menyakitkan…
Menjalani hidup ternyata tak semudah yang kupikirkan saat kecil dulu
Ceria yang selalu dari sesosok aku 10 tahun lalu pudar sudah
Dan menghilang entah kemana
Berubah menjadi galau, pesimis dan kusut…
Dulu, tangisku adalah juga bahagiaku
24 jam kulalui tanpa duka, dan terasa lama
Kini waktu seperti hembusan angin
Berlalu, dan yang kurasa hanya lelah
Tidurku tak lagi nyenyak
Mimpi-mimpi penuh dengan aneka kontaminasi
Saat aku memulai mencoba merengek pada ibuku yang semakin tua
Beliau hanya tersenyum seraya berkata, “Kamu sudah Dewasa”
Ah.....
Aku rindu pada saat dimana ku tak peduli pada berapa banyak uang di sakuku
Aku rindu pada saat dimana ku berkhayal tanpa harus menatap jam dinding
Aku rindu pada saat dimana aku tak takut untuk berbagi cinta dengan tulus
Akupun rindu pada saat dimana aku hanya dapat berhitung sampai sepuluh
Kini cita-citaku tak lagi banyak dan tinggi
Tidurku hanya untuk melepas lelah
Senyumku hanya untuk melepas penat
Hari-hari menjadi semakin padat oleh aneka pikiran yang kian sempit
Aku yang sekarang menyesal dengan keadaan
Aku merasa menjadi seorang penyemburu, melancholish, egois, pamrih…
Dulu aku menangis saat ibu memarahiku, kini aku menangis oleh amarahku sendiri
Dan aku mulai berpikir, menjadi dewasa itu menyakitkan…
Eklusif
by Ikbal Muhammad
Spesial sekali tempat ini
Membuat semua orang makan hati
Spesial sekali tempat ini
Membuat semua orang ingin lari
Awalnya sangat menarik
Sangat kontras dengan lainnya
Semua orang sangat sekali tertarik
Namun pada akhirnya...
Semua orang seperti terdepak
Tak kala ada suatu pergantian
Dimasa dimana yang lain telah mulai bersenang
Sungguh mengecewakan tempat ini
Padahal setiap mereka punya ilmu tinggi
Tak bisa memberikan contoh yang berarti
Hanya bisa membuat semua orang kesal dan sakit hati
Semua orang ingin keluar
Namun demi sebuah perjanjian
mentaati apapun itu demi sebuah awalnya karir
Walaupun itu seperti pendepakan
Di luar sana semua orang bercerita
Membandingkan segala halnya
Berbeda walaupun bayarannya sama
Sepertinya..........
Semua orang tak bisa istirahat
Semua orang tak bisa tidur nyenyak
Semua orang benci atas ketidak adilan
Mereka malah cuek dan lanjutt
Terlalu eklusif tempat ini
Semua orang memang harus mentaati
Walaupun pada hari itu merah
Study lanjut lah
Angkuh dan tak punya rasa
Bagaimana dengan semua orang?
Apakah hanya diam melongo saja?
Apakah semua orang akan terus jalan di tempat?
Memang butuh sedikit mental dan keberanian
karna ini bukan sembarangan tempat
Disini sangat eklusif...
yang selalu mengeklusifkan diri
Spesial sekali tempat ini
Membuat semua orang makan hati
Spesial sekali tempat ini
Membuat semua orang ingin lari
Awalnya sangat menarik
Sangat kontras dengan lainnya
Semua orang sangat sekali tertarik
Namun pada akhirnya...
Semua orang seperti terdepak
Tak kala ada suatu pergantian
Dimasa dimana yang lain telah mulai bersenang
Sungguh mengecewakan tempat ini
Padahal setiap mereka punya ilmu tinggi
Tak bisa memberikan contoh yang berarti
Hanya bisa membuat semua orang kesal dan sakit hati
Semua orang ingin keluar
Namun demi sebuah perjanjian
mentaati apapun itu demi sebuah awalnya karir
Walaupun itu seperti pendepakan
Di luar sana semua orang bercerita
Membandingkan segala halnya
Berbeda walaupun bayarannya sama
Sepertinya..........
Semua orang tak bisa istirahat
Semua orang tak bisa tidur nyenyak
Semua orang benci atas ketidak adilan
Mereka malah cuek dan lanjutt
Terlalu eklusif tempat ini
Semua orang memang harus mentaati
Walaupun pada hari itu merah
Study lanjut lah
Angkuh dan tak punya rasa
Bagaimana dengan semua orang?
Apakah hanya diam melongo saja?
Apakah semua orang akan terus jalan di tempat?
Memang butuh sedikit mental dan keberanian
karna ini bukan sembarangan tempat
Disini sangat eklusif...
yang selalu mengeklusifkan diri
mungkin salah
by Ibeb Dehabebdi
ini merupakan tempat ke 4 yang kudatangi
semua serba berbeda dari yang lama
banyak ruangan yang harus didatangi
tergantung perintah si kepala
ada banyak jenis program disini
dan banyak juga manusia yang hidup disini
semuanya sifatnya berbeda
namun aku kangen di tempat ke 3
kebanyakan berbinis urusan pribadi
dan kebanyakan melihat keatas
kalau ada sebatang rokok
barulah mereka menengok
tapi di 4 maret semuanya bergembira
mainkan musikmu dan mereka akan ikut bersuara
mainkan lelucunmu dan mereka akan tertawa
ini adalah tempat semua jenis sifat, ras, aliran,musik dan gaya
hari ini ku kan kesana untuk dijamu
dan meminta seseorang mengambil gambarku
ini merupakan tempat ke 4 yang kudatangi
semua serba berbeda dari yang lama
banyak ruangan yang harus didatangi
tergantung perintah si kepala
ada banyak jenis program disini
dan banyak juga manusia yang hidup disini
semuanya sifatnya berbeda
namun aku kangen di tempat ke 3
kebanyakan berbinis urusan pribadi
dan kebanyakan melihat keatas
kalau ada sebatang rokok
barulah mereka menengok
tapi di 4 maret semuanya bergembira
mainkan musikmu dan mereka akan ikut bersuara
mainkan lelucunmu dan mereka akan tertawa
ini adalah tempat semua jenis sifat, ras, aliran,musik dan gaya
hari ini ku kan kesana untuk dijamu
dan meminta seseorang mengambil gambarku
Ternyata di hari-hari ku, tidak hanya ada kamu, tetapi juga ada mereka…
by Isna Beckham Vladdia Tsvez
Aku sedang terlarut dalam pikiranku saat hujan menemani perjalanan pulangku kemarin
Aku ingat kamu
Karna hujan dan kepingan kenangan itu
Mungkin aku orang paling egois
Yang dengan seenaknya mematenkan bahwa kamu terlahir untukku dan aku tercipta untukmu..
dan dengan soknya mengatakan bahwa aku adalah orang yang tepat untukmu..
juga dengan sombongnya berikrar kalau tak ada yang menyayangi kamu seperti yang aku lakukan..
tapi, Perasaan yang ku usung untukmu selama ini, sudah tak ada..
dan tetap saja aku tak bisa menghindari bayanganmu dalam kehidupanku..
Tentu saja tak bisa kupungkiri,
Aku pernah menyakiti, tersakiti, dan disakiti…
Hal itu membuatku menilai segala hal dari sudut pandang paling picik,
Aku pernah bahagia saat mereka bersedih,
Dan sakit hati melihat mereka bahagia..
Saat aku mencoba sedikit saja mengikhlaskanmu,
Mataku juga sedikit terbuka dan menyadarkanku,
Ternyata di hari-hari ku gak Cuma ada kamu,
Tapi juga ada mereka…
Mereka yang mendekat saat kubilang menjauh..
Atau Mereka yang menangis saat kusuruh tertawa..
Mereka yang menamparku dengan jutaan tawa..
Juga mereka yang setia menikamku dengan kasih sayang...
Mereka yang membisikkan kata “I’m with you”..
Dan Mereka yang selalu meneriakkan kata “you are not alone”..
Dan ternyata,
Disini gak harus ada kamu,
Karna aku hanya butuh mereka..
spesial thx buat mereka2ku..
hehehe...
thx dah ngisi hari2 na..
you are guys, sucha good sibling eva!!
thx for the brothership!!
hahhaa
Aku sedang terlarut dalam pikiranku saat hujan menemani perjalanan pulangku kemarin
Aku ingat kamu
Karna hujan dan kepingan kenangan itu
Mungkin aku orang paling egois
Yang dengan seenaknya mematenkan bahwa kamu terlahir untukku dan aku tercipta untukmu..
dan dengan soknya mengatakan bahwa aku adalah orang yang tepat untukmu..
juga dengan sombongnya berikrar kalau tak ada yang menyayangi kamu seperti yang aku lakukan..
tapi, Perasaan yang ku usung untukmu selama ini, sudah tak ada..
dan tetap saja aku tak bisa menghindari bayanganmu dalam kehidupanku..
Tentu saja tak bisa kupungkiri,
Aku pernah menyakiti, tersakiti, dan disakiti…
Hal itu membuatku menilai segala hal dari sudut pandang paling picik,
Aku pernah bahagia saat mereka bersedih,
Dan sakit hati melihat mereka bahagia..
Saat aku mencoba sedikit saja mengikhlaskanmu,
Mataku juga sedikit terbuka dan menyadarkanku,
Ternyata di hari-hari ku gak Cuma ada kamu,
Tapi juga ada mereka…
Mereka yang mendekat saat kubilang menjauh..
Atau Mereka yang menangis saat kusuruh tertawa..
Mereka yang menamparku dengan jutaan tawa..
Juga mereka yang setia menikamku dengan kasih sayang...
Mereka yang membisikkan kata “I’m with you”..
Dan Mereka yang selalu meneriakkan kata “you are not alone”..
Dan ternyata,
Disini gak harus ada kamu,
Karna aku hanya butuh mereka..
spesial thx buat mereka2ku..
hehehe...
thx dah ngisi hari2 na..
you are guys, sucha good sibling eva!!
thx for the brothership!!
hahhaa
Kemungkinan
by Just Abim
Buntu...tertawalah seekor lembu..
Otak ku tak lagi dapat men-deskripsi-kan makna...
ketika realita di peraduanku mulai mengikis inspirasi...
hanya saja terniat hilangkan dukamu
segala kemungkinan telah ku tanya...
namun dia...dia, tak hendak mengisi
kosong...bohong
yang kurasa hanya penat, pekat,
tak mampu lagi kutuliskan makna-makna singkat sebait puisi
tentangmu adalah secuil kisah yang kau sebut luka lama
tak kuhiraukan anjing melolong..
ku hanya ingin bawa sepotong senyum untukmu...biar dekat
ingin kujaga dan ku hadirkan lagi setiap pagi
kemarin, kini, dan esok untuk berbagi tawa
tentangmu adalah sedikit masa dari realita
setetes kemungkinan yang kujadikan harapan
ku goreskan lagi tinta ku ...
hanya setitik inspirasi yang kupunya..
namun cukuplah tuk hilangkan beban
jika tlah datang waktumu, tuliskan luka itu padaku...
kita perdebatkan lagi kemungkinan itu....
Buntu...tertawalah seekor lembu..
Otak ku tak lagi dapat men-deskripsi-kan makna...
ketika realita di peraduanku mulai mengikis inspirasi...
hanya saja terniat hilangkan dukamu
segala kemungkinan telah ku tanya...
namun dia...dia, tak hendak mengisi
kosong...bohong
yang kurasa hanya penat, pekat,
tak mampu lagi kutuliskan makna-makna singkat sebait puisi
tentangmu adalah secuil kisah yang kau sebut luka lama
tak kuhiraukan anjing melolong..
ku hanya ingin bawa sepotong senyum untukmu...biar dekat
ingin kujaga dan ku hadirkan lagi setiap pagi
kemarin, kini, dan esok untuk berbagi tawa
tentangmu adalah sedikit masa dari realita
setetes kemungkinan yang kujadikan harapan
ku goreskan lagi tinta ku ...
hanya setitik inspirasi yang kupunya..
namun cukuplah tuk hilangkan beban
jika tlah datang waktumu, tuliskan luka itu padaku...
kita perdebatkan lagi kemungkinan itu....
rangkaian jalan kebulan
by Retmonth Bensal Poetra
kembali kusambut sapaan matahari yang dulu telah sempat kunamai
dengan sisa kopi kemarin,kutawarkan sadar yang tak acuh menunggu disudut kamarku
ah....terlihat sisa potongan cerita kemarin
masih saja berserakan dilantai itu....
kembali,halaman kemarin kukumpulkan satu-satu
hendak sejenak berpura atas cerita
cerita yang sedikit kau lampirkan tawa riang pada alamatnya
dan pada serbuk-serbuk senja,aku sengaja mengikatkan-nya dengan sepotong cerita untuk masa depan
atau apalah namanya.....
dan pada langit yang berpendar diatas ku
aku hanyalah mencoba mengurai langkah menuju bulan
sejenak menitipkan rasa miriis yang sedari kemarin terus kusimpan
miris yang terselip pada ujung-ujung rambutku
nyeri diperutku
iri dikepalaku
dan tentu saja kau
potongan senja yang membasuh abu-abu di langit-ku
kembali kusambut sapaan matahari yang dulu telah sempat kunamai
dengan sisa kopi kemarin,kutawarkan sadar yang tak acuh menunggu disudut kamarku
ah....terlihat sisa potongan cerita kemarin
masih saja berserakan dilantai itu....
kembali,halaman kemarin kukumpulkan satu-satu
hendak sejenak berpura atas cerita
cerita yang sedikit kau lampirkan tawa riang pada alamatnya
dan pada serbuk-serbuk senja,aku sengaja mengikatkan-nya dengan sepotong cerita untuk masa depan
atau apalah namanya.....
dan pada langit yang berpendar diatas ku
aku hanyalah mencoba mengurai langkah menuju bulan
sejenak menitipkan rasa miriis yang sedari kemarin terus kusimpan
miris yang terselip pada ujung-ujung rambutku
nyeri diperutku
iri dikepalaku
dan tentu saja kau
potongan senja yang membasuh abu-abu di langit-ku
rinduku, legam
by Essa Almallia Rahmi
Tak perlu kau tanyakan mengapa mataku tak kunjung terpejam,sayang..
Meski waktu kian merangkak di dua per tiga malam
Karna pun dalam diam
Aku paham
Ketika adegan yang diputar berulang-ulang oleh kepalaku tak mampu kuredam
Semata karena rinduku legam
Kemarin, aku tidak membenci tempat pemberhentian, sayang..
Toh mereka hanyalah ruang yang memisahkan kedatangan dengan kepergian
Mimpi dan kenyataan
Yang berisi lambaian tangan dan senyum (yang dicoba) tanpa paksaan
Namun itu kemarin, sebelum kusadar
Bahwa rinduku legam
Lalu kemarin, kau datang dengan teori-teori tentang keikhlasan
Mungkin
Dulu
Aku menemukan hatinya dalam pelukan hujan, pun melepasnya hampir dilangit yang sama, dengan rintik yang sama banyaknya
Tapi bukan berarti jika sekarang hujan masih menyentil sisi romantisme ku, dia yang aku kenang!
Apa kau lupa bahwa kita punya sesuatu tentang hujan yang lebih bisa dibanggakan?
Kau menyebutnya apa?
Sepanjang jalan kenangan?
(aku bahkan masih mengingat tiap ledekan yang ku katakan padamu malam itu)
Ya, saat itu hujan
Kita juga tidak peduli apakah payung kecil itu mampu melindungi kita berdua dari derasnya hujan, dan aku bergelayut manja dilenganmu sembari tak henti berharap jarak antara air tawar – ulak karang bisa sepuluh kilometer lebih jauh, sehingga aku bisa berlama-lama bersandar di gelak tawamu yang temaram
Mungkin
Dulu
Akulah si pengeja luka
Seakan waktu tak mampu menggerus sakit yang kian meraja
Lalu apa?
Toh dibagian ini aku punya pembelaan
Pengalaman pertama – ditinggalkan – cukup mencabik ego ku sebagai wanita
Bahkan aku sempat sampai pada kesimpulan: bahwa kaum mu penuh dengan ke egois an, ke BULLSHIT an dan derajat nol besar yang rasaksa!
Namun aku tak serta merta lupa
Karena sekarang aku memilki kamu
Satu sosok yang selama seribu dua ratus hari terakhir ini selalu mengajarkanku bagaimana cara memaknai rasa
Jangan berburu dalam masa lalu, sayang..
Jangan mulai bertanya dengan kalimat-kalimat yang menggunakan frasa - dulu –
Mereka semua prasasti
Meski memiliki hari-hari tertentu menuntut untuk diperingati
Sungguh, kita bahkan sama-sama mengerti bagaimana cara memaknai masa lalu
Tak perlu kau coba urai satu persatu dengan kenyataan-kenyataan yang tiba-tiba singgahi kepalamu
Karena kita menempatkan kenangan-kenangan itu di kotak-kotak berbeda yang tak sempat kita namai, sengaja untuk tidak dinamai tepatnya, agar ketika masa-masa seperti sekarang datang, kita tau pasti mencoba membukanya kembali adalah kegagalan mengikhlaskan
Maka, sayang..
Mataku semakin urung terpejam
Sesak, menemukan bongkahan perasaan ini ternyata wujud rinduku yang legam
Dan seiring kelopak mata yang kupaksa tertutup demi membunuh kelam
Aku bergumam, tidak,aku mengeja :
DIA hanyalah m-a-n-t-a-n
KAMU adalah m-a-s-a-d-e-p-a-n
Mudah-mudahan.
Tak perlu kau tanyakan mengapa mataku tak kunjung terpejam,sayang..
Meski waktu kian merangkak di dua per tiga malam
Karna pun dalam diam
Aku paham
Ketika adegan yang diputar berulang-ulang oleh kepalaku tak mampu kuredam
Semata karena rinduku legam
Kemarin, aku tidak membenci tempat pemberhentian, sayang..
Toh mereka hanyalah ruang yang memisahkan kedatangan dengan kepergian
Mimpi dan kenyataan
Yang berisi lambaian tangan dan senyum (yang dicoba) tanpa paksaan
Namun itu kemarin, sebelum kusadar
Bahwa rinduku legam
Lalu kemarin, kau datang dengan teori-teori tentang keikhlasan
Mungkin
Dulu
Aku menemukan hatinya dalam pelukan hujan, pun melepasnya hampir dilangit yang sama, dengan rintik yang sama banyaknya
Tapi bukan berarti jika sekarang hujan masih menyentil sisi romantisme ku, dia yang aku kenang!
Apa kau lupa bahwa kita punya sesuatu tentang hujan yang lebih bisa dibanggakan?
Kau menyebutnya apa?
Sepanjang jalan kenangan?
(aku bahkan masih mengingat tiap ledekan yang ku katakan padamu malam itu)
Ya, saat itu hujan
Kita juga tidak peduli apakah payung kecil itu mampu melindungi kita berdua dari derasnya hujan, dan aku bergelayut manja dilenganmu sembari tak henti berharap jarak antara air tawar – ulak karang bisa sepuluh kilometer lebih jauh, sehingga aku bisa berlama-lama bersandar di gelak tawamu yang temaram
Mungkin
Dulu
Akulah si pengeja luka
Seakan waktu tak mampu menggerus sakit yang kian meraja
Lalu apa?
Toh dibagian ini aku punya pembelaan
Pengalaman pertama – ditinggalkan – cukup mencabik ego ku sebagai wanita
Bahkan aku sempat sampai pada kesimpulan: bahwa kaum mu penuh dengan ke egois an, ke BULLSHIT an dan derajat nol besar yang rasaksa!
Namun aku tak serta merta lupa
Karena sekarang aku memilki kamu
Satu sosok yang selama seribu dua ratus hari terakhir ini selalu mengajarkanku bagaimana cara memaknai rasa
Jangan berburu dalam masa lalu, sayang..
Jangan mulai bertanya dengan kalimat-kalimat yang menggunakan frasa - dulu –
Mereka semua prasasti
Meski memiliki hari-hari tertentu menuntut untuk diperingati
Sungguh, kita bahkan sama-sama mengerti bagaimana cara memaknai masa lalu
Tak perlu kau coba urai satu persatu dengan kenyataan-kenyataan yang tiba-tiba singgahi kepalamu
Karena kita menempatkan kenangan-kenangan itu di kotak-kotak berbeda yang tak sempat kita namai, sengaja untuk tidak dinamai tepatnya, agar ketika masa-masa seperti sekarang datang, kita tau pasti mencoba membukanya kembali adalah kegagalan mengikhlaskan
Maka, sayang..
Mataku semakin urung terpejam
Sesak, menemukan bongkahan perasaan ini ternyata wujud rinduku yang legam
Dan seiring kelopak mata yang kupaksa tertutup demi membunuh kelam
Aku bergumam, tidak,aku mengeja :
DIA hanyalah m-a-n-t-a-n
KAMU adalah m-a-s-a-d-e-p-a-n
Mudah-mudahan.
" Hidup akan Membuat Artinya Sendiri "
by Ikbal Muhammad
Mentari tenggelam,
Bentangan pasir putih asik bermain
Dengan deru ombak,
Cahaya kemilau perlahan berganti merah jingga..,
Ombak menggulung lautan luas...
Hidup ini penuh tanda tanya...
Ku buka kembali tirai hatiku,
yg telah lama tertutup tirai kelabu...
Bila mentari bisa bersinar kembali,
Bila ombak bisa ketepian,
Bila laut menidurkan ikan...
Bila itu jualah aku memulai langkah baru ku...
Aku pernah terjatuh..
Bukan berarti aku takkan bangkit..
Aku pernah gagal...
Bukan berarti aku takkan berusaha...
Kataku
Semua berarti
Semua penuh arti
Sebuah kecupan
Sebuah makian
Sebuah semangat
Sebuah kebencian
Bahkan sebaris kalimat sekalipun
Hidup tak menyetarakan dirinya pada arti dalam sebuah kertas
Ia melayang dalam arti yang lebih tinggi
Namun senantiasa tertidur pada yang hal yang paling kecil
Jamahlah mereka yang menangkap pandanganmu
Sentuhlah mereka yang terdengar olehmu
Karna merekalah yang mencarimu
Karna hidup tanpa kebaikan
Adalah neraka
Karna hidup tanpa kasih
Adalah kehampaan
Mengertilah
Dan pahamilah itu
Di saat kau menemukan tangisan
Dan di saat menggoreskan luka
Pada akhirnya
Hidup kan membuat artinya sendiri
Tanpa batasan
Tanpa standarisasi
Hidup kan membuat semuanya berarti
Dan melengkapimu sebagai manusia
Mentari tenggelam,
Bentangan pasir putih asik bermain
Dengan deru ombak,
Cahaya kemilau perlahan berganti merah jingga..,
Ombak menggulung lautan luas...
Hidup ini penuh tanda tanya...
Ku buka kembali tirai hatiku,
yg telah lama tertutup tirai kelabu...
Bila mentari bisa bersinar kembali,
Bila ombak bisa ketepian,
Bila laut menidurkan ikan...
Bila itu jualah aku memulai langkah baru ku...
Aku pernah terjatuh..
Bukan berarti aku takkan bangkit..
Aku pernah gagal...
Bukan berarti aku takkan berusaha...
Kataku
Semua berarti
Semua penuh arti
Sebuah kecupan
Sebuah makian
Sebuah semangat
Sebuah kebencian
Bahkan sebaris kalimat sekalipun
Hidup tak menyetarakan dirinya pada arti dalam sebuah kertas
Ia melayang dalam arti yang lebih tinggi
Namun senantiasa tertidur pada yang hal yang paling kecil
Jamahlah mereka yang menangkap pandanganmu
Sentuhlah mereka yang terdengar olehmu
Karna merekalah yang mencarimu
Karna hidup tanpa kebaikan
Adalah neraka
Karna hidup tanpa kasih
Adalah kehampaan
Mengertilah
Dan pahamilah itu
Di saat kau menemukan tangisan
Dan di saat menggoreskan luka
Pada akhirnya
Hidup kan membuat artinya sendiri
Tanpa batasan
Tanpa standarisasi
Hidup kan membuat semuanya berarti
Dan melengkapimu sebagai manusia
Untuk Membenci Sebuah Kebencian
by Just Abim
Aku takkan pernah suka bilamana engkau menatap ke arahku dengan rasa ketidaksukaanmu itu.
Seakan-akan sel-sel otakmu kian berserabutan seiring aku berlalu-lalang di setapakmu.
Apakah sebegitu terganggunya siklus hidupmu, saat aku (masih) coba menyelinap diantara kesibukan-kesibukan kecilmu.
Aku tak ingin mengusik engkau dengan segelas lemon-mu di meja bundar itu.
Tak terniat untuk alihkan fokusmu dari buku merah jambu itu.
Dan jujur, tiada pernah terpikirkan tuk buyarkan detik-detik lelap dari lelahmu manakala serigala kota melolong riang di bawah pendaran purnama.
Bahkan aku akan berdialog dulu dengan otak kiriku sebelum memukulmu dengan penggaris kuningku, disaat seekor anak nyamuk hinggap di pelataran pipi delima-mu.
Ada sepasang kucing saling mengaum riuh rendah di balik bilik, belakang jendela kamarku.
Semoga saja mereka tidak sedang mendiskusikan tentang kita, kau dan aku. Aku tak ingin mereka tau perihal masa kita.
Perihal yang entah itu kebencian yang sebenarnya, atau hanya suatu bentuk kamuflase dari kepura-puraanmu (atas perasaan).
Jika itu memang sebuah kebencian, maka biarkan (sesaat) kebencian itu terus mengalun senada tarian asap rokok kretek-ku.
Tapi…lain hal jika kebencian itu hanya kepura-puraanmu yang memunculkan sebias fatamorgana,
maka sungguh engkau bisa melampaui seorang Cleopatra di sana.
Teruntuk sebuah realita yang berpura aku telah bersiap memerankan seorang Julius yang nantinya menyimpan sebungkus kebencian dalam kotak Pandora.
Tapi tenanglah... aku tidak akan dan tidak bisa membencimu.
Kebencian ku hanya pada sebuah kebencian, aku hanya membenci kebencianmu. Dan…ya…aku (masih) akan tetap menyelinap diantara kesibukan kecilmu, memperhatikan riak-riak segelas lemon di meja bundarmu,
menghitung tiap helaian buku merah jambu-mu,
menjaga lelap lelahmu,
dan bergaduh dengan nyamuk yang bertengger di pipi delima-mu dengan penggaris kuningku.
Hanya dengan itu… aku…membenci kebencianmu.
Aku takkan pernah suka bilamana engkau menatap ke arahku dengan rasa ketidaksukaanmu itu.
Seakan-akan sel-sel otakmu kian berserabutan seiring aku berlalu-lalang di setapakmu.
Apakah sebegitu terganggunya siklus hidupmu, saat aku (masih) coba menyelinap diantara kesibukan-kesibukan kecilmu.
Aku tak ingin mengusik engkau dengan segelas lemon-mu di meja bundar itu.
Tak terniat untuk alihkan fokusmu dari buku merah jambu itu.
Dan jujur, tiada pernah terpikirkan tuk buyarkan detik-detik lelap dari lelahmu manakala serigala kota melolong riang di bawah pendaran purnama.
Bahkan aku akan berdialog dulu dengan otak kiriku sebelum memukulmu dengan penggaris kuningku, disaat seekor anak nyamuk hinggap di pelataran pipi delima-mu.
Ada sepasang kucing saling mengaum riuh rendah di balik bilik, belakang jendela kamarku.
Semoga saja mereka tidak sedang mendiskusikan tentang kita, kau dan aku. Aku tak ingin mereka tau perihal masa kita.
Perihal yang entah itu kebencian yang sebenarnya, atau hanya suatu bentuk kamuflase dari kepura-puraanmu (atas perasaan).
Jika itu memang sebuah kebencian, maka biarkan (sesaat) kebencian itu terus mengalun senada tarian asap rokok kretek-ku.
Tapi…lain hal jika kebencian itu hanya kepura-puraanmu yang memunculkan sebias fatamorgana,
maka sungguh engkau bisa melampaui seorang Cleopatra di sana.
Teruntuk sebuah realita yang berpura aku telah bersiap memerankan seorang Julius yang nantinya menyimpan sebungkus kebencian dalam kotak Pandora.
Tapi tenanglah... aku tidak akan dan tidak bisa membencimu.
Kebencian ku hanya pada sebuah kebencian, aku hanya membenci kebencianmu. Dan…ya…aku (masih) akan tetap menyelinap diantara kesibukan kecilmu, memperhatikan riak-riak segelas lemon di meja bundarmu,
menghitung tiap helaian buku merah jambu-mu,
menjaga lelap lelahmu,
dan bergaduh dengan nyamuk yang bertengger di pipi delima-mu dengan penggaris kuningku.
Hanya dengan itu… aku…membenci kebencianmu.
Where the Sidewalks Ends
by Ibeb Dehabebdi
There is a place where the sidewalk ends
And before the street begins,
And there the grass grows soft and white,
And there the sun burns crimson bright,
And there the moon-bird rests from his flight
To cool in the peppermint wind.
Let us leave this place where the smoke blows black
And the dark street winds and bends.
Past the pits where the asphalt flowers grow
We will walk with a walk that is measured and slow,
And watch where the chalk-white arrows go
To the place where the sidewalk ends.
Yes we'll walk with a walk that is measured and slow,
And we'll go where the chalk-white arrows go,
For the children, they mark, and the children, they know
The place where the sidewalk ends.
There is a place where the sidewalk ends
And before the street begins,
And there the grass grows soft and white,
And there the sun burns crimson bright,
And there the moon-bird rests from his flight
To cool in the peppermint wind.
Let us leave this place where the smoke blows black
And the dark street winds and bends.
Past the pits where the asphalt flowers grow
We will walk with a walk that is measured and slow,
And watch where the chalk-white arrows go
To the place where the sidewalk ends.
Yes we'll walk with a walk that is measured and slow,
And we'll go where the chalk-white arrows go,
For the children, they mark, and the children, they know
The place where the sidewalk ends.
euforia (saya)
by Essa Almallia Rahmi
-di suatu senja dimana kita tidak perlu memperdebatkan warnanya-
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang biasanya menyukai waktu-waktu dipenghujung senja, dan menyukai hujan yang sering kali turun di sela-sela nya
Dan walaupun kita telah memiliki cincin yang sama di jari manis kita, kamu pun tetap seperti biasa, tidak menyukai rintik yang pikirmu bisa memicu sakit kepala
Hanya dengan senyuman yang telah kau ketahui artinya apa, aku akan segera memutar lagu favoritku, mengeraskan volumenya, lalu berlarian ke halaman samping rumah kita, mengibaskan gaun hijau lama, bernyanyi dan menari (tanpa harus kau bilang seperti orang gila), dan kamu dengan gelengan kepala yang amat mirip papa, tertawa-tawa saja, sembari mengelap kakimu yang ikut terkena rintik hujan pertanda tidak rela
Hey, kamu menegrti arti tatapanku, bukan?
Jangan sunggingkan senyum penuh ancaman, sayang..
Ini HANYA hujan!
Tidak akan hentikan tugas mengetik laporan yang kau rencanakan akan kau kerjakan semalaman
Sadar kalau kau tak mempan rayuan disaat hujan
Aku akan dengan senang hati ikut berselonjor disampingmu, di pintu dapur yang membentang halaman samping rumah kita yang besarnya tidak seberapa, dengan sudut sebelah kanan penuh gundukan tanah saat kita mencoba menanam beberapa bunga
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang sedang dilanda euforia hujan dan senja (seperti biasa)
Seperti kamu yang akan mengusap bagian bawah mataku jika ada air yang menggenang, entah itu keringat atau air mata (seperti biasa)
Dan sembari meletakkan handuk besar dikepalaku kau berkata (seperti biasa):
‘Aku mencintai kamu
Kamu saja’
Dengan nada yang dipaksa lugu aku bertanya:
‘tidak sepaket dengan hujan nya?’
Kau akan menggeleng dengan cepat dan mendekatkan wajahmu padaku, menyukai ekspresiku, mencubit hidungku, mengusap pipiku lalu berkata:
TIDAK
Dan hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Ketika hujan tak henti mendera di senja
Dan kita, hingga SENJA
-di suatu senja dimana kita tidak perlu memperdebatkan warnanya-
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang biasanya menyukai waktu-waktu dipenghujung senja, dan menyukai hujan yang sering kali turun di sela-sela nya
Dan walaupun kita telah memiliki cincin yang sama di jari manis kita, kamu pun tetap seperti biasa, tidak menyukai rintik yang pikirmu bisa memicu sakit kepala
Hanya dengan senyuman yang telah kau ketahui artinya apa, aku akan segera memutar lagu favoritku, mengeraskan volumenya, lalu berlarian ke halaman samping rumah kita, mengibaskan gaun hijau lama, bernyanyi dan menari (tanpa harus kau bilang seperti orang gila), dan kamu dengan gelengan kepala yang amat mirip papa, tertawa-tawa saja, sembari mengelap kakimu yang ikut terkena rintik hujan pertanda tidak rela
Hey, kamu menegrti arti tatapanku, bukan?
Jangan sunggingkan senyum penuh ancaman, sayang..
Ini HANYA hujan!
Tidak akan hentikan tugas mengetik laporan yang kau rencanakan akan kau kerjakan semalaman
Sadar kalau kau tak mempan rayuan disaat hujan
Aku akan dengan senang hati ikut berselonjor disampingmu, di pintu dapur yang membentang halaman samping rumah kita yang besarnya tidak seberapa, dengan sudut sebelah kanan penuh gundukan tanah saat kita mencoba menanam beberapa bunga
Hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Seperti aku yang sedang dilanda euforia hujan dan senja (seperti biasa)
Seperti kamu yang akan mengusap bagian bawah mataku jika ada air yang menggenang, entah itu keringat atau air mata (seperti biasa)
Dan sembari meletakkan handuk besar dikepalaku kau berkata (seperti biasa):
‘Aku mencintai kamu
Kamu saja’
Dengan nada yang dipaksa lugu aku bertanya:
‘tidak sepaket dengan hujan nya?’
Kau akan menggeleng dengan cepat dan mendekatkan wajahmu padaku, menyukai ekspresiku, mencubit hidungku, mengusap pipiku lalu berkata:
TIDAK
Dan hari itu akan menjadi hari yang biasa saja
Ketika hujan tak henti mendera di senja
Dan kita, hingga SENJA
Introduction to ehmm...
by Ikbal Muhammad
Gemuruh ombak menyebar di atas pasir putih
Menunggu matahari menutup matanya
Senja pun datang melahirkan bintang - bintang di atas langit yang gelap
Satu bintang bersinar mengedipkan mata dan tersenyum
menatap kau dengan senyuman nan ramah
Hal yang aneh.....
namun tidak se aneh pada waktu itu di beberapa hari sebelum ini
ada harapan
tapi bukan kepastian
antara iya dan tidak
tapi jangan sampai kau mengelak
sebenarnya lain yang kau maksud
setelah kau maksud-maksudkan dialah yang kau maksud
terasa aneh dan menganeh kan
kok bisa ya???
hahaha.....
setidaknya kau berada di awang-awang kesenangan
dari pada kau berada di awang-awang ketidak nyamanan
pikiran ini sungguh bodoh
hati ini tak pernah kokoh
dan perasaan lah yang patut kau contoh
yang bisa mengokohkan hati
dan menghilangkan pikiran bodoh
seraya bulan muncul
menuliskan kata indah di antara bulatannya
menggambarkan kesatuan kau dan dia
kayaknya kau berharap
tidaklah kau mengharapkan
apa itu dia
perlu kita lihat di kemudian hari
apakah akan berarti?
mungkin ini sebuah awalan
seperti kau mempelajari " introduction to literature " dengan mis eva
dimana kau harus dapat memahami apa itu literature
semester sekarang kau mendapat mata kuliah tambahan
" introduction to ehhmm "??????
apakah kau harus memahami apa itu "ehhmm" atau kah kau akan menjalani " ehhmm " tersebut?
hahahhahhahhahaaha........
..........
ku tuliskan puisi ini untuk "kau"
Gemuruh ombak menyebar di atas pasir putih
Menunggu matahari menutup matanya
Senja pun datang melahirkan bintang - bintang di atas langit yang gelap
Satu bintang bersinar mengedipkan mata dan tersenyum
menatap kau dengan senyuman nan ramah
Hal yang aneh.....
namun tidak se aneh pada waktu itu di beberapa hari sebelum ini
ada harapan
tapi bukan kepastian
antara iya dan tidak
tapi jangan sampai kau mengelak
sebenarnya lain yang kau maksud
setelah kau maksud-maksudkan dialah yang kau maksud
terasa aneh dan menganeh kan
kok bisa ya???
hahaha.....
setidaknya kau berada di awang-awang kesenangan
dari pada kau berada di awang-awang ketidak nyamanan
pikiran ini sungguh bodoh
hati ini tak pernah kokoh
dan perasaan lah yang patut kau contoh
yang bisa mengokohkan hati
dan menghilangkan pikiran bodoh
seraya bulan muncul
menuliskan kata indah di antara bulatannya
menggambarkan kesatuan kau dan dia
kayaknya kau berharap
tidaklah kau mengharapkan
apa itu dia
perlu kita lihat di kemudian hari
apakah akan berarti?
mungkin ini sebuah awalan
seperti kau mempelajari " introduction to literature " dengan mis eva
dimana kau harus dapat memahami apa itu literature
semester sekarang kau mendapat mata kuliah tambahan
" introduction to ehhmm "??????
apakah kau harus memahami apa itu "ehhmm" atau kah kau akan menjalani " ehhmm " tersebut?
hahahhahhahhahaaha........
ku tuliskan puisi ini untuk "kau"
“ZOMBIE MOMO”
(CERITA INI CUMA FIKTIF BELAKA AND CUMA HIBURAN….)
Sudah sering saya pendam perasaan takut ini, di saat saya melintasi halaman samping gedung fbss saya yang indah karena gempa, saya selalu dihantui oleh perasaan takut oleh sesosok makhluk ZOMBIE MOMO yang dahulu saat beliau masih tampak bernama IBE_b”iiii…Baby..” apalagi di kawasan ini adalah kawasan tempat dimana warga lalu lalang khusus nya warga bahasa inggris, dan sadis nya warga selalu dikejutkan dengan prilaku sang ZOMBIE MOMO yang sangat bisa dikatakan agresif, sang ZOMBIE MOMO selalu mengikuti bahkan mengejar -ngejar warga sekitar dengan tujuan yang tidak jelas.
kenapa sang mahluk ZOMBIE MOMO begitu agresif terhadap warga sekitar? Dari cerita penduduk setempat hal ini disebabkan karena ZOMBIE MOMO tersebut mempunyai kelainan fantasi dan sakit otak yang parah,sehingga membuat nya stress dan selalu mengejar orang tanpa alasa yang jelas….
Dan saya telah melakukan wawancara dengan beberapa warga sekitar,yang disini mereka selaku pengamat dari suatu situasi yang sedang berkembang saat ini ….dan tentu nya mereka juga mengamati sang ZOMBIE MOMO…mereka berkomentar dan juga memberikan tips:
MANCUNG IkrarHIMOvic:
kalo saya mah biasa kalo dikejar ZOMBIE MOMO ,,bahkan mpe k’kos saya,,…mendingan malah berhenti aja, nanti MOMO nya pergi sendiri. cuma kalo memang MOMO nya masih agresif terpaksa memungut bola takrau buat melemparnya... :)
eMOn kasmaran A_KA:
hahaha...kok jadi lucu yah pas ngebayanginnya hheheh..sorry mas. kalau di kejar DY sih kata nya jangan lari krn dia pasti lebih kenceng tuh larinya...atau naek ke pohon atau pager ,,,,sambil bilang”HUSsss…CEk”.
M.KIBAL lagi KURSUS BRIDGE:
kalo masih gagal cari yang punyanya.yang punya nama nya mas YUDA MAU DIBAWA KEMANA. Asal yang punyanya mau ngobrol sama kita trus nyanyi sama kita”MAU DIBAWA KEMANA HUBUNGAN KITAAAAAAAAAAAAAAAAAAA……”,
pasti momo nya langsung diam.
Atau kasih tangan kita AJA. Supaya momo nya bisa membaui kita. Kalo buat zombie momo itu kayak kenalan
ANgGA TULANG SEMUA:
setahu saya ZOMBIE jadi agresif kalau kita bergerak (lari) ,kalau kita diem aja malah ZOMBIE NYa cuma berani gonggong doAng
cILy naSI GOYENG MAMA PAKE AYAM:
tetap waspada, tenang dan tindakan berperingkat (berhenti, tatap mata ZOMBIE MOMO Tsb dan ambil batu jika terus MENGGONGGONG). Jika msh tdk terkendali,Kasih aja nasi goyeng mama pake ayam…pasti dy diem. :-)
Sudah sering saya pendam perasaan takut ini, di saat saya melintasi halaman samping gedung fbss saya yang indah karena gempa, saya selalu dihantui oleh perasaan takut oleh sesosok makhluk ZOMBIE MOMO yang dahulu saat beliau masih tampak bernama IBE_b”iiii…Baby..” apalagi di kawasan ini adalah kawasan tempat dimana warga lalu lalang khusus nya warga bahasa inggris, dan sadis nya warga selalu dikejutkan dengan prilaku sang ZOMBIE MOMO yang sangat bisa dikatakan agresif, sang ZOMBIE MOMO selalu mengikuti bahkan mengejar -ngejar warga sekitar dengan tujuan yang tidak jelas.
kenapa sang mahluk ZOMBIE MOMO begitu agresif terhadap warga sekitar? Dari cerita penduduk setempat hal ini disebabkan karena ZOMBIE MOMO tersebut mempunyai kelainan fantasi dan sakit otak yang parah,sehingga membuat nya stress dan selalu mengejar orang tanpa alasa yang jelas….
Dan saya telah melakukan wawancara dengan beberapa warga sekitar,yang disini mereka selaku pengamat dari suatu situasi yang sedang berkembang saat ini ….dan tentu nya mereka juga mengamati sang ZOMBIE MOMO…mereka berkomentar dan juga memberikan tips:
MANCUNG IkrarHIMOvic:
kalo saya mah biasa kalo dikejar ZOMBIE MOMO ,,bahkan mpe k’kos saya,,…mendingan malah berhenti aja, nanti MOMO nya pergi sendiri. cuma kalo memang MOMO nya masih agresif terpaksa memungut bola takrau buat melemparnya... :)
eMOn kasmaran A_KA:
hahaha...kok jadi lucu yah pas ngebayanginnya hheheh..sorry mas. kalau di kejar DY sih kata nya jangan lari krn dia pasti lebih kenceng tuh larinya...atau naek ke pohon atau pager ,,,,sambil bilang”HUSsss…CEk”.
M.KIBAL lagi KURSUS BRIDGE:
kalo masih gagal cari yang punyanya.yang punya nama nya mas YUDA MAU DIBAWA KEMANA. Asal yang punyanya mau ngobrol sama kita trus nyanyi sama kita”MAU DIBAWA KEMANA HUBUNGAN KITAAAAAAAAAAAAAAAAAAA……”,
Atau kasih tangan kita AJA. Supaya momo nya bisa membaui kita. Kalo buat zombie momo itu kayak kenalan
ANgGA TULANG SEMUA:
setahu saya ZOMBIE jadi agresif kalau kita bergerak (lari) ,kalau kita diem aja malah ZOMBIE NYa cuma berani gonggong doAng
cILy naSI GOYENG MAMA PAKE AYAM:
tetap waspada, tenang dan tindakan berperingkat (berhenti, tatap mata ZOMBIE MOMO Tsb dan ambil batu jika terus MENGGONGGONG). Jika msh tdk terkendali,Kasih aja nasi goyeng mama pake ayam…pasti dy diem. :-)
* RUANG 3x3 *
by: Ikbal Muhammad
Canda, tawa, sedih dan duka berada disana
Semuanya di rasa dan merasakan
Saling berbagi dan selalu mencukupi
RUANG 3x3...
Membuat hidup Kami berada pada kejayaan
Tak kurang dari 3 panjang tangan
Namun lebih segudang ilmu bersembunyi di dalam
Dan Kami namakan PERSEMBUNYIAN DI RUANG 3x3
RUANG 3x3...
Terlalu banyak inspirasi yang datang
Saat hati ini terasa bimbang
Selalu nyaman walau agak sedikit berantakan
Saat terlelap tak hilang dari kata kesiangan
hahaha.....
RUANG 3x3...
Serasa besar
Oleh mereka yang tetap tegar
Disini segala urusan pasti lancar
Setiap tugas sedikit kelar
RUANG 3x3...
Disana Kami menangis
Disana Kami merasakannya
Disana Kami bergembira
Disana Kami meluapkan segala amarah
RUANG 3x3...
Surga ke 3 setelah rumah dan yang sebenarNYA
Rumah ke 2 setelah rumah yang sebenarnya
Sebenar - benarnya pertama bagi kami yang
sampai saat ini merasakan suka citanya
RUANG 3x3...
Menghilangkan kesepian
Pada jiwa - jiwa yang sedang kasihan
Membakar kepedihan
Menumbuhkan ksatria yang kuat pada pendirian
RUANG 3x3...
RUANG 3x3...
RUANG 3x3...
3 kali Kami sebutkan
KAMI AKAN MERINDUKAN MU.................
Canda, tawa, sedih dan duka berada disana
Semuanya di rasa dan merasakan
Saling berbagi dan selalu mencukupi
RUANG 3x3...
Membuat hidup Kami berada pada kejayaan
Tak kurang dari 3 panjang tangan
Namun lebih segudang ilmu bersembunyi di dalam
Dan Kami namakan PERSEMBUNYIAN DI RUANG 3x3
RUANG 3x3...
Terlalu banyak inspirasi yang datang
Saat hati ini terasa bimbang
Selalu nyaman walau agak sedikit berantakan
Saat terlelap tak hilang dari kata kesiangan
hahaha.....
RUANG 3x3...
Serasa besar
Oleh mereka yang tetap tegar
Disini segala urusan pasti lancar
Setiap tugas sedikit kelar
RUANG 3x3...
Disana Kami menangis
Disana Kami merasakannya
Disana Kami bergembira
Disana Kami meluapkan segala amarah
RUANG 3x3...
Surga ke 3 setelah rumah dan yang sebenarNYA
Rumah ke 2 setelah rumah yang sebenarnya
Sebenar - benarnya pertama bagi kami yang
sampai saat ini merasakan suka citanya
RUANG 3x3...
Menghilangkan kesepian
Pada jiwa - jiwa yang sedang kasihan
Membakar kepedihan
Menumbuhkan ksatria yang kuat pada pendirian
RUANG 3x3...
RUANG 3x3...
RUANG 3x3...
3 kali Kami sebutkan
KAMI AKAN MERINDUKAN MU.................
Cerita Kita: Anak Baru dan Peluitnya
by:
Terima kasih kepada Bg Yauma, Bg Isra, , Della, Bg Amy, Bg Riswan, Yudha, Aini, Retmon, andik, Refi, dan Isna yang telah mengikhlaskan nama mereka untuk dijadikan ikon perwatakan dalam Cerita ini.
Sufryansyah Mekri Afrius
Terima kasih kepada Bg Yauma, Bg Isra, , Della, Bg Amy, Bg Riswan, Yudha, Aini, Retmon, andik, Refi, dan Isna yang telah mengikhlaskan nama mereka untuk dijadikan ikon perwatakan dalam Cerita ini.
Cerita berbasis Ambuih-ambuih ini baiknya dibaca dalam 3 situasi. Pertama, ketika Kita sedang dilanda traged remaja-putus cinta- karena kita akan dihibur dengan aksi-aksi pengundang sungging bibir, baik bibir dari yang monyong sampai ke yang memble. Kedua, pas lagi masuk angin karena ketika kita dibuat kesal olah seorang karakter, kita bisa menyerangnya dengan h2so3Cl alias gas kentut. Dan yang ketiga ketika jam istirahat berhubung komposisinya cukup panjang dan menyita waktu.
“kriik kruuk kriik kruuk…..” Kursi itu meringkik dengan nada dan tempo yang tidak seirama menandakan bahwa benda yang dikenal dengan istilah furniture (baca; furnice;) itu sepenuhnya dirangkai dengan kayu. Asap mengepul dan terkadang membentuk lingkaran tak sempurna dari pejabat yang tengah duduk melamun di ruangan yang sangat dicintainya itu. Nampaknya pukul 10.15 pagi itu adalah saat di mana ia tidak dihajar oleh tugas dan tanggunng jawab yang merepotkan sehingga ia bisa menerawang ke dunia fantasinya, tepatnya fantasinya yang suram.
Di atas meja yang tak bertaplak itu bertengger sebuah vas bunga cantik. Kenapa cantik? Karena di bagian depan nya ditempelkan foto wanita cantik bukan main, putih, dan berjilbab. Sepertinya cucu hawa inilah yang tengah menjadi objek browsingnya.
Siapakah ia? Dikatakan istrinya bukan. Kenapa? Karena Bu Aini Bensal tak pernah menikmati punya kulit dan ukuran tubuh seindah itu. Dibilang adiknya tidak mungkin. Kenapa? Karena adiknya secantik ini masa ia…….hohohoho jangan dipikirkan lagi. Disebut ibunya masa iya? Kenapa? Wallahu’alam Bisshawab.
Tepat di sebelah vas itu berdiri condong sebuah plat putih yang telah memudar dan bertuliskan Drs. Retmoth B. Poetra Kepala sekolah. Benda itu memastikan bahwa ialah pentolannya sekolah berlantai satu dan beruangan tiga itu: 1 ruang guru plus kepala sekolah, 1 ruang belajar, dan sisanya sebuah kamar kecil yang sangat kecil yang menandakan sekolah ini memang luar biasa.
Berselang hanya setengah jam, asbak yang setia menemaninya itu sudah terisi penuh dengan sisa rokok kretek bermerk Gudang Garam Merah yang sudah dikonsumsinya sejak 15 tahun terakhir. Dan bila kau ada di ruangan itu Kawan, Kau akan tertawa sekaligus iba melihat polemic hidup yang tersirat dari mimic wajahnya.
Ada apa dengan Pak Retmon? Tak ada yang tau selain istri dan kedua anaknya, Mekri, si sulung tamatan sekolah di Jayapura dan bekerja di sebuah perusahaan air minum dan adiknya Refi yang sukses menggadrungi bisnis boneka.
“Tok tok tok….. Assalamu’alaikum.” Pak Retmon dibangunkan dari dunia mayanya. “Silakan masuk” ijinnya. Ternyata seorang putranya yang berkulit gelap, tinggi, dan bergigi kuning. Di bajunya tertulis nama “ Yudha Oka I. Pangana”. Agaknya pasangan ibu-anak ini bermaksud ikut bergabung ke sekolah ini.
“ ibu dulu mengajar di mana memangnya? Kalau Saya boleh tau.” Pak Retmon bertanya layaknya seorang yang berwibawa.
“saya dulu seorang dosen, Pak.”
“ Lha kenapa pengen ngajar di sekolah? Sekolah seperti ini lagi.”
“ Ya itulah Pak, anak saya yang satu ini permintaannya kalau tidak dipenuhi bisa ngamuk, Pak.”
“ Kenapa begitu?” pak Retmon penasaran.
“ Begini, sepertinya anak saya sangat terpukul dngan kehilangan impiannya, pak.
“Maksud ibu?”
“ anak saya tidak diterima di mana-mana, Pak.”
“ Lha kalau itu ibu ga usah ragu, jan sungkan ah… sekolah ini terbuka dan akan sangat berbahagia menerima murid baru, Buk. Hehehehehe….” Pak Retmon tertawa sehingga giginya yang tersusun rapi terlihat serasi dengan bibirnya yang merah walaupun ia rajin minum kopi hingga 38 cangkir sehari.
“ tunggu dulu Pak. Maksud saya anak saya tidak diterima bukan di sekolah-sekolah.” Tukas ibu tadi.
“ Lalu?”
“ ia gagal jadi polisi.”
“ ohoho… begitu ya, Buk.” Tegurnya malu. “ngomong ngomong siapa nama kamu , nak?” tanyanya membuka percakapan dengan ank itu.
“ Yudha Oka I. Pangana, Pak.” Jawabnya lugu.
“ I itu singkatan dari apa?” ulasnya.
“ Ilang, pak.”
Detik berganti menit, lalu menjelma menjadi jam, kemudian hari pun bertukar. Tepat esok harinya anak baru itu memulai kisah barunya di sekolah itu dan mulai melupakan halaman-halaman yang penuh coretan lama.
“ Bismillahirrahmanirrahim.”
Seraya mengucapkan doa ia melangkah manuju Thunder kesayangannya.
Hanya dalam durasi beberapa menit ia sudah sampai di sekolah bercat ungu kemerah-merahan itu. Ia berhenti untuk memarkir si Jantan dan mencabut kunci seraya memenggal helm biru muda dari kepala botaknya. Kunci motor digenggamnya berjalan sehingga gantungan berupa sebuah peluit itu berayun-ayun.
“ Wah Wah anak baru ya Dek?” seseorang menegurnya.
Ia melirik kiri-kanan, ingin tau siapa yang menegur dan ditegur. Tak ditemukan seorangpun selain seorang pria yang berdiri di antaras gerobak sate dan burger milik keluarga Masido- pasangan sejoli yang sudah pacaran sejak 10 tahun sebelum menikah. Pria itu mengenakan jeans hitam plus sobeken-sobekan ala vokalis grup band. Perawakan dan cara tatap matanya menambah kemiripannya dengan gambar yang dipajang pada kaca gerobak itu- Andra And the Backbone. Satu hal yang membedakanny dengan sang idola adalah perbedaan tipis tinggi badan- 181 : 154 cm.
“ Oho.. iya Mas.” Jawabnya ramah. Ia terus jalan ke arah sekolahnya untuk bertemu dengan teman baru, guru baru, suasana baru, dan semangat baru. “ gila,, keren banget tukang sate disini,, apalagi siswa dan guru-guru ya?? Yahhh pasti enak sekolah di sini.” Gumamnya.
“ Dek, Dek… Tunggu sebentar.” Ia dicegat lagi.
“iya Mas.”
“ Namanya siapa?”
“ Yudha, Mas.” Ngomong-ngomong gantungan kuncinya bagus, peluit ya??
“Iya”
“ kayak polantas aja bawa-bawa peluit.”
“hohoho, ga juga, Mas. Ini buat main bola..” Jelasnya alibi.
“ Oo wasit ya?”
“ Ngga, kipper… ya wasit la.. masa kipper? Kalo kipper kan bawa sarung tangan” ia mulai kesal.
“hehe iya juga ya?? O iya, Adek tentunya belom tau kan sama pimpinan sekolah disini?”
“ Emang.”
Orangnya baek bener lho Dek, udah gitu rajin sholat, sayang istri, saying sesama, apalagi sama siswanya. Sama orang tua ia sopan, dan yang paling penting sama pedagang kecil ia sering menyumbang.” Jelasnya.
“ Begitu ya? Wah beruntung ya saya, Mas?
“ Iya lah… Masa situ rugi? Kan ga jualan?”
“ Mas sendiri tentunya sudah sering dikasih sumbangan dunk? Trus sama Bpk Retmon Mas sudah cukup akrab dunk?” Tanya Yudha memastikan.
“ Belom pernah, Dek. Emangnya namanya Pak Retmon ya?”
“trus dikasih sumbangannya kapan, Mas?”
“ Boro-boro.”
“ Tok tok tok… Assalamu’alaikum.” Sapanya sopan dan penuh nada sopan.
Setelah dipersilakan masuk oleh ibu Retha yang sangat dicintai ketua kelas tersebut ia diminta memperkenalkan dirilayaknya peraturan sekolah-sekolah kolosal warisan leluhur.
Berdiri di hadapan 7 orang siswa dan seorang guru wanita lajang tak membuatnya gugup, malah makin semangat alias on fire-istilah orang sekarang.
“ Baiklah, nama saya Yudha Oka I. Pangana. Rekan-rekan bisa panggil saya Yudha. Saya pindah kesini mencari cita-cita dan cinta.” Jelasnya lugas, tajam, dan berwibawa. “ Ada pertanyaan?” ulasnya.
“ Iya.” Seorang siswi cantik berjilbab yang duduk dengan siswa laki-laki di pojok paling belakang. Sepertinya mereka sudah akrab begitu lama.
“ Iya, silakan.” Ijinnya.
“ Sebelum La Tanya, biar La perkenalkan semua anggota kelas kita dulu ya… yang duduk paling depan berhadapan Bu Guru namanya Yauma. Ia ketua kelas kesayangan kita karena pintar berpuisi dan menulis cerpen. Ia juga pintar dalam masalah cinta. Tapi sayangnya ia sudah mengoleksi sekitar 8 orang pacar, itu pun cantik-cantik. Yang di belakangnya berturut-turut Andik dan Arif. Dua cowo ini seiman sekeyakinan tentang sastra. Obrolannya tak lepas dari kamera, film, shoot, decorate, dubbing,dll. Yang di ujung namanya Isna. Ia tomboy, suka main futsal, jago lompat jauh, hebat lari sprint, jitu menembak, trus pernah juara pacuan kuda tingkat kota. Nah persis di belakang Isna namanya Riswan. Yang satu ini pemalu. Kalo ketemu orang baru wajahnya pasti memerah, bahkan pernah nangis. Trus anaknya lembut, sayangnya ia botak. Kalo rambutnya panjang mah bias di\kepang dan dikenakan rok. Hahahahaha…….”
Semua yang ada di ruangan itu tertawa termasuk Bu Retha yang murah senyum dan baik hati. Semua merasa penjelasan Della cukup jelas dan menghibur. Namun tidak buat Riswan. Ia menangis karena dipermalukan.
“ Dela melanjutkan orasinya,” nah yang satu ini abang La. (sambil menunjuk pria berambut lurus tebal di sebelahnya). Ia rajin, pintar, berwawasan, suka berorganisasi, romantis lagi. Ia sering bawa La ke Pustaka Daerah buat nambah ilmu dan cahaya hati.” Sambungnya.
“ wuuuuu……….” 5 siswa lainnya menjulurkan lidahnya ke arahnya.
“ Lalu pertanyaannya mana?” Yudha menagih jnjinya.
“ oho, iya La hampir lupa. Inilah resikonya banyak ilmu dan wawasan, sering lupa aja bawaannya. La liat kamu megang kunci, gantungannya bagus,, warnanya putih lagi. Apa itu?”
“ Peluit.”
“ mau jadi polantas ya?”
“ ga, masa iya.. ini buat main bola.” Jawabya alibi lagi.
Kemudian selesailah acara perkenalan murid baru. Yudha terlena sejenak, ternyata di dalam kelas yang yang cukup renggang itu terdapat sosok-sosok teman yang luar biasa . maka ia mulai berfikir untuk jadi satu di antara kelompok itu, dan melupakan keinginan jadi aparat Negara yang lama diidamkannnya.
Sepulang sekolah peluit kesayangan itu diberikannya kepada Isna untuk Perlengkapan Main Futsal.
cerita kita: Laskar Perkasa dan Raja Singa
by: Sufryansyah Mekri Afrius
“Kukuruyuk…’’
“’Pok pok… kukuruyuuk….’’
Makhluk tuhan yang bersayap dan berbulu indah itu sudah sedari tadi menunaikan kewajibannya membangunkan jagad yang telah lama diam, setidaknya dari tengah malam tadi. Pagii di lingkungan perumahan Lubuk Buaya Simpang Rel belok Kiri masuk dalam itu di mana sudah waktunya nyamuk berganti shift dengan lengau untuk berjuang sepanjang hari, demi sesuap nasi buat anak dan ibu tiri.
Hari itu selasa, bertepatan dengan jadwal mata pelajaran Budi Pekerti Luhur di SLB tempat seorang muda yang masih berkutat dengan bantal guling bau pesingnya ini. Betapa nikmatnya alam tidur kiranya sehingga sesekali ia mengigaukan nama seorang gadis-Fani Hayolanda- tentunya ia seorang gadis. Anda jangan salah kira kalau seorang pria Fano Hayolandong dunks???
“Ajib –ajib… ajib ajib….jangan keliru kalau aku dengannya…ajib-ajib….’’ Benda persegi berkulit dongker itu bergetar dan melagu lantang di telinganya pertanda sebuah Short Message Service atau akronimnya SMS tengah landing di pelabuhan simcardnya. Dari nada hape tersebut jelaslah bahwa yang punya hape adalah pria sok gaul. Gaya funky hobby dangdut, ngaku preman lalok sanjo, stelan macho makan jo gulai toco, awak anak gaul, mandi jo sabun tombak.
“Tak, dah bangun mu?? Dah jam 6.10 ne. bentar ge jam 7, trus jam 8. Mu ga shalat subuh apa? Ntar jam jam 7.30 mu sekolah kan? Budi Pekerti kan? Hayo mndi ge, atw mau Fani yang mandiin?”
SMS itu dibacanya sambil tersenyum seraya meremas-remas bantal guling putih kehitaman itu. Lantas langsung dibalasnya sekejap mata tanpa harus melihat keypad hape itu saking fluentnya.
“iya Syng, Yudha dah mndi kok, ni ru bis shlat n bca Qur’an dkit. Mksci ya Fan..Mu care bgt ma Yudha. Tp klo Fani yang mndiin Yudha mau lah mndi beberapa ratus kali lg..hehehe…”
“ih, Mu ne Tak, dasar.”
“ahh,, ga kok Syng, bcnda kok.” Yudha bela diri.
“@@#@#%%$$”
Pukul 7.35 WAT di Sekolah Luar Biasa, kelas sudah dimulai setidaknya 5 menit yang lalu. Semua siswa sudah duduk dengan khidmatnya di bangku masing-masing menunggu curahan illmu dari sang guru yang bukan sadja ganteng, tapi juga keren dan macho, lajang lagi. Namun selengkap-lengkapnya kelas itu belum komplit rasanya tanpa kehadiran seorang siswa yang baru sadja 2 bulan menyandang status siswa di sekolah itu, Yudha I. Pangana.
Ada yang menduga ia sudah tewas gantung diri karena komplikasi depresi kemelut hidup yang tak kenal kompromi. Maka bangku yang berada tepat di belakang Isna itu tak ubahnya seperti bangku kosong yang pernah diduduki oleh Aditya Puteri dalam aksi layar lebarnya yang populer tahun 2005 yang bertajuk the Empty Chair, sehingga Isna sesekali merinding dihantui setan-setan yang bergentayangan tak jelas itu.
Dari jendela kaca yang retak itu terbias sosok hitam–leher sampai rambut- bergerak perlahan ke arah pintu masuk. Melihat benda itu Riswan Indra yang setengah matang mulai merinding dan hampir sadja melakukan hal yang memalukan.
“tok….tok….”
Kelas serempak hening, sang guru terkesiap mendengan ketukan pintu yang hanya dua kali itu. Semua tergagu menepis bayangan apa yang tengah datang. Lalu Pak Ikrar yang bernama lengkap Ikrahimovic –seperti tertera di baju dinasnya- berinisiatif membukakan pintu.
“Maaf, Pak. Boleh saya masuk?” ternyata yang datang bukan apa-apa melainkan sosok seorang siswa pemecah rekor warna kulit di sekolah itu tergopoh-gopoh mengejar waktu untuk menghindari status terlambat.
“Saya rasa kelas akan terlihat begitu indah apabila pintu Anda kunci dari luar.” Komentar Pak Ikrar dengan nada sastranya yang menawan.
“Maaf, Pak, saya terlambat kan Cuma 5,25 menit.”
“ Saya tanya sma anda, ini mata pelajaran apa?” Pak Ikrar mulai naik.
“Budi Pekerti, Pak. Masa Budi Anduk?? Gemana she Bapak ne??? ngaco adja.” Jawab Yudha sepele.
“Grrr……” pak Ikrar mulai geram.
“ jadi gimana, Pak? Boleh saya masuk?”
“saya tanya sekali lagi, ini mata plajaran apa?’’
“ish…. Budi Pekerti, Pak, masa Budi Pamungkas?”
“ itu Bambang!!!!” protes Pak Ikrar.
“jadi, Pak?”
“Keluar you sekarang! Saya didik you disiplin. You itu tidak mau dibentuk. You pikir sekolah ini kampung you apa!!” pak Ikrar Meledak.
“ baik, Pak…. Asyiiiik……”
“ loh kok asyik?” sahut pak Ikrar.
“ Ada deh….. weeeeek…!!!!!!!”
Sumringah Yudha berjalan sambil menghentakkan kakinya berirama keluar dari pekarangan sekolah itu. Ia langsung tergopoh-gopok melihat ke seberang sungai, tepatnya di sebuah café sederhana berdiri pujaan hatinya seraya melambaikan tangan isyarat rindu setengah mati.
“ Faaan…….”
“ Taaaak……”
“ Faaaaaaan….” Kali ini lebih panjang dan berirama.
“ lebay baa paja ko….” Kata fani pelan.
Keduanya berlari layaknya Kajol bersama Ajay Devgan dalam sebuah adegan film Kuch Kuch Hota Hai sesaat sebelum melantunkan tembang melenkolis bertajuk Sardencis Kalai. Kejarlah daku kau kutangkap, begitulah bahasa yang paling tepat untuk adegan 17plus ini. Di jembatan Siti Nur Hailol itulah mereka bertemu sebelum akhirnya menuju ke café tadi bukan untuk sholat, bukan pula membayar dzakat, melainkan sarapan pagi berjamaah.
Tak disangka tak diduga, layaknya serial Max Gyver-sebuah film laga kocak yang populer pada tahun 1980n di Amerika, semua setting dan perwatakan seperti direkayasa sedemikian rupa. Bagaimana tidak, di runang kafe yang tidaklah lebih dari 4x4 meter itu ternyata sudah ada tiga pasang muda-mudi tengah bercengkrama bagai dunia milik kita berenam sadja, yang lain lagi sholat dhuha, sedang yang lain lagi ke telamon entah mengapa.
Di ujung kanan duduk serasi seorang pria macho berpostur pisang goreng bersama seorang gadis mungil berkulit putih, dengan bibirnya yang sedikit lebar tapi sensual yang tengah asyik bercanda ria. Nampaknya merekalah pasangan baru di penghujung tahun 2009 ini. Siapa lagi kalau bukan Ari G. Khadafi dan Cherry, namun akrab dipanggil Mbak yang baru dikenalinya dua minggu terakhir di jembatan Siti Nur Hailol tadi. Jelas terlihat kekompakan mereka dari menu yang terhidang di meja ; sandwich 2 porsi, es rumput laut 2 mangkok, rokok sampoerna 2 bungkus lengkap dengan 2 asbaknya, laptop 2 unit, dan 2 buah hape Nokia, alat penghubung hati mereka di kala jauh. Sesekali terdengar tawa di ujung –ujung percakapan mereka yang penuh cinta dan pesona yang menggelora. (kaan ini…..)
Berjarak setidaknya satu setengah meter, asyik bercakap-cakap sepasang insan akademik yang ditandai dengan onggokan buku di antara mereka. Sudah pasti pemiliknya si cewe atau si cowo, masa yang punya Bang Konny? Ia kan tukang bengkel. Yang benar sadja. Namun tampaknya keduanya tidak se-romantis pasangan sebelumnya.
“ kamu kok bau anjing sih sayang?”
“ aih,,jahat bgt seh biasa aja ge….. masa Didi dibilang bau anjing she syang? Protes si cowo.
“ trus bau apa ganas gni??” usik si cewe penasaran.
“ Babi kyaknya sayang.” Jawab si cowo tulus.
“kok kmu smpe bau kyk gne? Kmu kan ketua, harusnya wibawa, rapi, dan wangi dunks..”
“ Didi maen futsal semalam sayang, dua jam lagi, pulangnya udah jam 2 dini hari, trus mw mandi takotnya malah sakit, bobo aja ge.. ga taunya bangun udah kesiangan, ya ga mandi juga deh.” Urai Didi penuh tanggung jawab.
“sini ge…” pinta sang adinda.
“ janganlah sayang. Didi malu, kan lagi bau.” Elak Didi sok muna.
“ aah, sayang ne, gimanapun, biar didi bau im tetep sayang kok.” Tukas Iim.
“ ahhh sayang so sweet banget seh… dari sekian banyak yang sayang ma kmu kok mu pilih Didi?”
“ ee ashole.. batanyo juo lei…” jawab iim dalam sanubari.
Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu pepetah mengisyaratkan situasi yang berbeda di kehiduapan yang sama. Di ujung kiri, tepatnyabersebelahan dengan sebuah bengkel, hening seribu bahasa, sepasang muda-mudi tengah larut dalam diam tanpa kata bagai Soe Hoek Gie melihat kacaunya dunia politik dan birokrasi Indonesia di tahun 1965. Sang cowo memelototkan matanya pada sebuah mengkok seolah-olah ingin disapunya. Bisa ditafsirkan ia sedang dilanda cemburu mendalam pada beberapa pria yang berada dalam kehidupan si cewe. Rasanya ia ingin menyapu semua pria itu. Andai ada kayu dipukulkannya, andai ada batu ditimpakanny, andai ada bak sampah ditubruknya dengan supraX 125-double cakramnya, andai ada gerobak sate, diserempetnya, dan baanyak lagi andai-andai yang lain yang belum terexpose khalayak ramai. Satu hal yang sepertinya akan terjadi adalah ended their relationship, kemudian in a relationship lagi, lalu ended lagi, terus in lagi. Begitulah saudara-saudara, saya tak perlu mengungkapkan nama sesungguhnya secara gamblang, you know who sadja lah.
“sepertinya sudah penuh, Fan. Kita cari café laen yuks.” Bisik Yudha pada kekasihnya.
“ gitu ya, ga usah aja lah kita sarapan, Tak. Duduk disini adja yuks.” Usul Fani seraya menunjukkan jari indahnya ke tepian sungai cinta dimana melintas Jembatan asmara tadi.
“ya Ok lah fan, buat fani apa sih yang gak? Gunung Merapi pun kalau fani minta Yudha ratain ma tanah.” Goda si kulit putih.
“Bener, Tak? Sekarang lah…” pintanya sekonyong-konyong.
“ iiiya fan..”
“iya apa Tak?”
“ iya gak mungkin lah fan..”
“ lai tau mah… gombal!!!!!”
“tapi fani sayang kan?”
“hufffh…!!!!!!!” mukanya memerah.
Dunia memang tak selebar daun kelor, atau lebih dikenal dengan sebutan merunggai, semacam tanaman tua yang daunnya berupa bundaran seperti koin, biasa dijadikan masakan. Berhubung jam telah menunjukkan pukul 10.30, waktunya istirahat untuk mereka yang berkiprah di bidang akademik. Pak Ikrar langsung terlihat menggandeng calon istrinya yang sudah stand by di pekarangan sekolah itu. Singkt cerita mereka langsung mencari posisi Yang selesa untuk berbincang-bincang sambil mengulap menu makan siang buatan Essa tersayang.
Dari arah selatan berjalan sepasang muda –mudi lagi menuju panorama kerdil itu. Namun mereka sedikit tampak berbeda, tak ada tanda yang menunjukkan mereka pasangan berkasih-kasihan. Yang satu asyik dengan sebuah hape, sedang mengetik SMS sambil senyam-senyum penuh senang. Dan yang lainnya asyik merangkul sebuah boneka hewan langka berwarna cokelat di dadanya, seperti tak ingin melepaskannya. Ternyata mereka adalah kedua putra-putri Pak Retmon- Mekri dan adik comelnya Refi yang ingin berjalan-jalan ke kantor ayahnya.
“ kapan ya, orang bisa tersenyum dan ketawa lage?” keluhnya comel.
“ ahh jangan begitu lah adek… sekarang mata air Kan sudekat. Sang abang merespon.
“ apa hubungannya?” refi protes.
“ well,, denger yah adek ku sayang……if you think he is yours, he is yours. If he used to be yours, he’’s goin’ to be yours. If he is now somebody else’s, he is still yours. Jawab sang aban layaknye seorang native, entah dari mana ia mendapatkan bahasa yang seindah itu.
Refi tersipu malu dengan ucapan abangnya yang tampan dan berwibawa itu.
Nun agak jauh di seberang sungai nampak Ami dan Cahayanya bersiap-siap menyetel motor Fit 11o cc keluaran 2005sepertinya handak menuju suatu tempat, kamana ya? (batanyo juo lei)
Sejurus keluar pak Retmon dan Yauma, siswa berprestasi sekaligus ketua kelas itu sambil bercakap-cakap. Kepala sekolah itu berlagak sok bijak dan berpaham, sedang Yauma bergaya sok asyik layaknya seorang wakil rakyat menjilat presiden dengan harapan dianggap menjadi menteri.
“hati-hati, Pak. Ntar kepeleset.” cegat yauma ketika melewati pak Ikrahimovic yang tengah berbunga-bunga bersama calon isterinya bersuap-suapan menu makan siang.
”kenapa terpeleset? Kan ga ada hujan, angin, puting beliung?” pak Retmon protes.
”ehe...jaleh licin beko tajilapak ang.“ Tukasnya dalam hati.
„ eh, yauma kenapa diam, saya lagi bertanya.“ Bentak sang kepsek.
„gak kok pak, saya hanya asal ngomong sadja. Hehehehe” yauma merona.
“oo…. Patuik lah.. bantuak ang se asal.” Doanya dalam hati.
”pak,,,,, are you oke?” Yauma menggunakan bahasa ibunya.
” Oke kok.... coba kau lihat di sana, sana sono, sini, yang itu, yang ini,...” pak Retmon menunjuk ke arah dimana terdapat pasangan muda-mudi.
” oo, iya ya pak, airnya memang lagi kotor pak. Sungai ini kan terhubung dengan muara laut sini, Pak. Udah gitu semua pembuangan masyarakat dibuang ke sungai ini. ” sela Yauma sok asyik.
” eee karo!!!!.... kama mato ang? Tu ha.... ndak nampak rami?” Bentaknya keras, namun masih dalam sanubari.
”yauma,,,,,,tampang boleh bodoh, tapi mata tu di buka dunks!!!!” tukas beliau.
” oo itu ya, Pak. Saya mengerti sekarang.” banyak mobil dan motor ya? Ya iya lah Pak. Namanya aja jalan raya. Kalo jalan kampung mah sepi paaaak pak.” Yauma berorasi.
” Prakkkk...................
.” mulut Yauma memar.
” eeehei anak kini... tajilapak juo den mah...” seru pak Mon.
” aahh Bapak kayak ga pernah muda sadja.” yauma bersabda lagi.
” ngomong-ngomong, kamu kelahiran tahun berapa? Tanya Pak Retmon sejenak setelah termenung merenungkan pergaulan anak muda sekarang.
” lha, kok nanya umur Pak? Mana konnek?” yauma tanya balik.
”jawab sadja.”
” 86 Pak.”
” sudah pernah pacaran? Berapa kali?”
” sudah Pak dua kali.” berbohong ,alibi karena takut diejek.
“Wah….. sayang sekali. Kamu belum beruntung Anakku.“
„ maksud Bapak?“
„ saya bermaksud merekomendasikan kamu ke pondok pesantren di Jawa yang baru diresmikan. Namanya ponpes Darul Anhar.“
’’Ponpes di Jawa? Anhar? Tak asing rasanya Pak.“
”ya iyalah tak asing. Itu ponpes yang baru sadja didirikan oleh Pak Anhar, orang tua Bu Retha Anhar, guru mu, ia ngajar di sana. Nah.... saya yakin kamu bisa menjadi siswa hebat di sana.”
Yauma menangis. ”Saya memang tak pernah punya pacar Pak.... ini karena takdir saya... penyakit ini....” rintihnya dalam hati..
“Kukuruyuk…’’
“’Pok pok… kukuruyuuk….’’
Makhluk tuhan yang bersayap dan berbulu indah itu sudah sedari tadi menunaikan kewajibannya membangunkan jagad yang telah lama diam, setidaknya dari tengah malam tadi. Pagii di lingkungan perumahan Lubuk Buaya Simpang Rel belok Kiri masuk dalam itu di mana sudah waktunya nyamuk berganti shift dengan lengau untuk berjuang sepanjang hari, demi sesuap nasi buat anak dan ibu tiri.
Hari itu selasa, bertepatan dengan jadwal mata pelajaran Budi Pekerti Luhur di SLB tempat seorang muda yang masih berkutat dengan bantal guling bau pesingnya ini. Betapa nikmatnya alam tidur kiranya sehingga sesekali ia mengigaukan nama seorang gadis-Fani Hayolanda- tentunya ia seorang gadis. Anda jangan salah kira kalau seorang pria Fano Hayolandong dunks???
“Ajib –ajib… ajib ajib….jangan keliru kalau aku dengannya…ajib-ajib….’’ Benda persegi berkulit dongker itu bergetar dan melagu lantang di telinganya pertanda sebuah Short Message Service atau akronimnya SMS tengah landing di pelabuhan simcardnya. Dari nada hape tersebut jelaslah bahwa yang punya hape adalah pria sok gaul. Gaya funky hobby dangdut, ngaku preman lalok sanjo, stelan macho makan jo gulai toco, awak anak gaul, mandi jo sabun tombak.
“Tak, dah bangun mu?? Dah jam 6.10 ne. bentar ge jam 7, trus jam 8. Mu ga shalat subuh apa? Ntar jam jam 7.30 mu sekolah kan? Budi Pekerti kan? Hayo mndi ge, atw mau Fani yang mandiin?”
SMS itu dibacanya sambil tersenyum seraya meremas-remas bantal guling putih kehitaman itu. Lantas langsung dibalasnya sekejap mata tanpa harus melihat keypad hape itu saking fluentnya.
“iya Syng, Yudha dah mndi kok, ni ru bis shlat n bca Qur’an dkit. Mksci ya Fan..Mu care bgt ma Yudha. Tp klo Fani yang mndiin Yudha mau lah mndi beberapa ratus kali lg..hehehe…”
“ih, Mu ne Tak, dasar.”
“ahh,, ga kok Syng, bcnda kok.” Yudha bela diri.
“@@#@#%%$$”
Pukul 7.35 WAT di Sekolah Luar Biasa, kelas sudah dimulai setidaknya 5 menit yang lalu. Semua siswa sudah duduk dengan khidmatnya di bangku masing-masing menunggu curahan illmu dari sang guru yang bukan sadja ganteng, tapi juga keren dan macho, lajang lagi. Namun selengkap-lengkapnya kelas itu belum komplit rasanya tanpa kehadiran seorang siswa yang baru sadja 2 bulan menyandang status siswa di sekolah itu, Yudha I. Pangana.
Ada yang menduga ia sudah tewas gantung diri karena komplikasi depresi kemelut hidup yang tak kenal kompromi. Maka bangku yang berada tepat di belakang Isna itu tak ubahnya seperti bangku kosong yang pernah diduduki oleh Aditya Puteri dalam aksi layar lebarnya yang populer tahun 2005 yang bertajuk the Empty Chair, sehingga Isna sesekali merinding dihantui setan-setan yang bergentayangan tak jelas itu.
Dari jendela kaca yang retak itu terbias sosok hitam–leher sampai rambut- bergerak perlahan ke arah pintu masuk. Melihat benda itu Riswan Indra yang setengah matang mulai merinding dan hampir sadja melakukan hal yang memalukan.
“tok….tok….”
Kelas serempak hening, sang guru terkesiap mendengan ketukan pintu yang hanya dua kali itu. Semua tergagu menepis bayangan apa yang tengah datang. Lalu Pak Ikrar yang bernama lengkap Ikrahimovic –seperti tertera di baju dinasnya- berinisiatif membukakan pintu.
“Maaf, Pak. Boleh saya masuk?” ternyata yang datang bukan apa-apa melainkan sosok seorang siswa pemecah rekor warna kulit di sekolah itu tergopoh-gopoh mengejar waktu untuk menghindari status terlambat.
“Saya rasa kelas akan terlihat begitu indah apabila pintu Anda kunci dari luar.” Komentar Pak Ikrar dengan nada sastranya yang menawan.
“Maaf, Pak, saya terlambat kan Cuma 5,25 menit.”
“ Saya tanya sma anda, ini mata pelajaran apa?” Pak Ikrar mulai naik.
“Budi Pekerti, Pak. Masa Budi Anduk?? Gemana she Bapak ne??? ngaco adja.” Jawab Yudha sepele.
“Grrr……” pak Ikrar mulai geram.
“ jadi gimana, Pak? Boleh saya masuk?”
“saya tanya sekali lagi, ini mata plajaran apa?’’
“ish…. Budi Pekerti, Pak, masa Budi Pamungkas?”
“ itu Bambang!!!!” protes Pak Ikrar.
“jadi, Pak?”
“Keluar you sekarang! Saya didik you disiplin. You itu tidak mau dibentuk. You pikir sekolah ini kampung you apa!!” pak Ikrar Meledak.
“ baik, Pak…. Asyiiiik……”
“ loh kok asyik?” sahut pak Ikrar.
“ Ada deh….. weeeeek…!!!!!!!”
Sumringah Yudha berjalan sambil menghentakkan kakinya berirama keluar dari pekarangan sekolah itu. Ia langsung tergopoh-gopok melihat ke seberang sungai, tepatnya di sebuah café sederhana berdiri pujaan hatinya seraya melambaikan tangan isyarat rindu setengah mati.
“ Faaan…….”
“ Taaaak……”
“ Faaaaaaan….” Kali ini lebih panjang dan berirama.
“ lebay baa paja ko….” Kata fani pelan.
Keduanya berlari layaknya Kajol bersama Ajay Devgan dalam sebuah adegan film Kuch Kuch Hota Hai sesaat sebelum melantunkan tembang melenkolis bertajuk Sardencis Kalai. Kejarlah daku kau kutangkap, begitulah bahasa yang paling tepat untuk adegan 17plus ini. Di jembatan Siti Nur Hailol itulah mereka bertemu sebelum akhirnya menuju ke café tadi bukan untuk sholat, bukan pula membayar dzakat, melainkan sarapan pagi berjamaah.
Tak disangka tak diduga, layaknya serial Max Gyver-sebuah film laga kocak yang populer pada tahun 1980n di Amerika, semua setting dan perwatakan seperti direkayasa sedemikian rupa. Bagaimana tidak, di runang kafe yang tidaklah lebih dari 4x4 meter itu ternyata sudah ada tiga pasang muda-mudi tengah bercengkrama bagai dunia milik kita berenam sadja, yang lain lagi sholat dhuha, sedang yang lain lagi ke telamon entah mengapa.
Di ujung kanan duduk serasi seorang pria macho berpostur pisang goreng bersama seorang gadis mungil berkulit putih, dengan bibirnya yang sedikit lebar tapi sensual yang tengah asyik bercanda ria. Nampaknya merekalah pasangan baru di penghujung tahun 2009 ini. Siapa lagi kalau bukan Ari G. Khadafi dan Cherry, namun akrab dipanggil Mbak yang baru dikenalinya dua minggu terakhir di jembatan Siti Nur Hailol tadi. Jelas terlihat kekompakan mereka dari menu yang terhidang di meja ; sandwich 2 porsi, es rumput laut 2 mangkok, rokok sampoerna 2 bungkus lengkap dengan 2 asbaknya, laptop 2 unit, dan 2 buah hape Nokia, alat penghubung hati mereka di kala jauh. Sesekali terdengar tawa di ujung –ujung percakapan mereka yang penuh cinta dan pesona yang menggelora. (kaan ini…..)
Berjarak setidaknya satu setengah meter, asyik bercakap-cakap sepasang insan akademik yang ditandai dengan onggokan buku di antara mereka. Sudah pasti pemiliknya si cewe atau si cowo, masa yang punya Bang Konny? Ia kan tukang bengkel. Yang benar sadja. Namun tampaknya keduanya tidak se-romantis pasangan sebelumnya.
“ kamu kok bau anjing sih sayang?”
“ aih,,jahat bgt seh biasa aja ge….. masa Didi dibilang bau anjing she syang? Protes si cowo.
“ trus bau apa ganas gni??” usik si cewe penasaran.
“ Babi kyaknya sayang.” Jawab si cowo tulus.
“kok kmu smpe bau kyk gne? Kmu kan ketua, harusnya wibawa, rapi, dan wangi dunks..”
“ Didi maen futsal semalam sayang, dua jam lagi, pulangnya udah jam 2 dini hari, trus mw mandi takotnya malah sakit, bobo aja ge.. ga taunya bangun udah kesiangan, ya ga mandi juga deh.” Urai Didi penuh tanggung jawab.
“sini ge…” pinta sang adinda.
“ janganlah sayang. Didi malu, kan lagi bau.” Elak Didi sok muna.
“ aah, sayang ne, gimanapun, biar didi bau im tetep sayang kok.” Tukas Iim.
“ ahhh sayang so sweet banget seh… dari sekian banyak yang sayang ma kmu kok mu pilih Didi?”
“ ee ashole.. batanyo juo lei…” jawab iim dalam sanubari.
Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Begitu pepetah mengisyaratkan situasi yang berbeda di kehiduapan yang sama. Di ujung kiri, tepatnyabersebelahan dengan sebuah bengkel, hening seribu bahasa, sepasang muda-mudi tengah larut dalam diam tanpa kata bagai Soe Hoek Gie melihat kacaunya dunia politik dan birokrasi Indonesia di tahun 1965. Sang cowo memelototkan matanya pada sebuah mengkok seolah-olah ingin disapunya. Bisa ditafsirkan ia sedang dilanda cemburu mendalam pada beberapa pria yang berada dalam kehidupan si cewe. Rasanya ia ingin menyapu semua pria itu. Andai ada kayu dipukulkannya, andai ada batu ditimpakanny, andai ada bak sampah ditubruknya dengan supraX 125-double cakramnya, andai ada gerobak sate, diserempetnya, dan baanyak lagi andai-andai yang lain yang belum terexpose khalayak ramai. Satu hal yang sepertinya akan terjadi adalah ended their relationship, kemudian in a relationship lagi, lalu ended lagi, terus in lagi. Begitulah saudara-saudara, saya tak perlu mengungkapkan nama sesungguhnya secara gamblang, you know who sadja lah.
“sepertinya sudah penuh, Fan. Kita cari café laen yuks.” Bisik Yudha pada kekasihnya.
“ gitu ya, ga usah aja lah kita sarapan, Tak. Duduk disini adja yuks.” Usul Fani seraya menunjukkan jari indahnya ke tepian sungai cinta dimana melintas Jembatan asmara tadi.
“ya Ok lah fan, buat fani apa sih yang gak? Gunung Merapi pun kalau fani minta Yudha ratain ma tanah.” Goda si kulit putih.
“Bener, Tak? Sekarang lah…” pintanya sekonyong-konyong.
“ iiiya fan..”
“iya apa Tak?”
“ iya gak mungkin lah fan..”
“ lai tau mah… gombal!!!!!”
“tapi fani sayang kan?”
“hufffh…!!!!!!!” mukanya memerah.
Dunia memang tak selebar daun kelor, atau lebih dikenal dengan sebutan merunggai, semacam tanaman tua yang daunnya berupa bundaran seperti koin, biasa dijadikan masakan. Berhubung jam telah menunjukkan pukul 10.30, waktunya istirahat untuk mereka yang berkiprah di bidang akademik. Pak Ikrar langsung terlihat menggandeng calon istrinya yang sudah stand by di pekarangan sekolah itu. Singkt cerita mereka langsung mencari posisi Yang selesa untuk berbincang-bincang sambil mengulap menu makan siang buatan Essa tersayang.
Dari arah selatan berjalan sepasang muda –mudi lagi menuju panorama kerdil itu. Namun mereka sedikit tampak berbeda, tak ada tanda yang menunjukkan mereka pasangan berkasih-kasihan. Yang satu asyik dengan sebuah hape, sedang mengetik SMS sambil senyam-senyum penuh senang. Dan yang lainnya asyik merangkul sebuah boneka hewan langka berwarna cokelat di dadanya, seperti tak ingin melepaskannya. Ternyata mereka adalah kedua putra-putri Pak Retmon- Mekri dan adik comelnya Refi yang ingin berjalan-jalan ke kantor ayahnya.
“ kapan ya, orang bisa tersenyum dan ketawa lage?” keluhnya comel.
“ ahh jangan begitu lah adek… sekarang mata air Kan sudekat. Sang abang merespon.
“ apa hubungannya?” refi protes.
“ well,, denger yah adek ku sayang……if you think he is yours, he is yours. If he used to be yours, he’’s goin’ to be yours. If he is now somebody else’s, he is still yours. Jawab sang aban layaknye seorang native, entah dari mana ia mendapatkan bahasa yang seindah itu.
Refi tersipu malu dengan ucapan abangnya yang tampan dan berwibawa itu.
Nun agak jauh di seberang sungai nampak Ami dan Cahayanya bersiap-siap menyetel motor Fit 11o cc keluaran 2005sepertinya handak menuju suatu tempat, kamana ya? (batanyo juo lei)
Sejurus keluar pak Retmon dan Yauma, siswa berprestasi sekaligus ketua kelas itu sambil bercakap-cakap. Kepala sekolah itu berlagak sok bijak dan berpaham, sedang Yauma bergaya sok asyik layaknya seorang wakil rakyat menjilat presiden dengan harapan dianggap menjadi menteri.
“hati-hati, Pak. Ntar kepeleset.” cegat yauma ketika melewati pak Ikrahimovic yang tengah berbunga-bunga bersama calon isterinya bersuap-suapan menu makan siang.
”kenapa terpeleset? Kan ga ada hujan, angin, puting beliung?” pak Retmon protes.
”ehe...jaleh licin beko tajilapak ang.“ Tukasnya dalam hati.
„ eh, yauma kenapa diam, saya lagi bertanya.“ Bentak sang kepsek.
„gak kok pak, saya hanya asal ngomong sadja. Hehehehe” yauma merona.
“oo…. Patuik lah.. bantuak ang se asal.” Doanya dalam hati.
”pak,,,,, are you oke?” Yauma menggunakan bahasa ibunya.
” Oke kok.... coba kau lihat di sana, sana sono, sini, yang itu, yang ini,...” pak Retmon menunjuk ke arah dimana terdapat pasangan muda-mudi.
” oo, iya ya pak, airnya memang lagi kotor pak. Sungai ini kan terhubung dengan muara laut sini, Pak. Udah gitu semua pembuangan masyarakat dibuang ke sungai ini. ” sela Yauma sok asyik.
” eee karo!!!!.... kama mato ang? Tu ha.... ndak nampak rami?” Bentaknya keras, namun masih dalam sanubari.
”yauma,,,,,,tampang boleh bodoh, tapi mata tu di buka dunks!!!!” tukas beliau.
” oo itu ya, Pak. Saya mengerti sekarang.” banyak mobil dan motor ya? Ya iya lah Pak. Namanya aja jalan raya. Kalo jalan kampung mah sepi paaaak pak.” Yauma berorasi.
” Prakkkk...................
” eeehei anak kini... tajilapak juo den mah...” seru pak Mon.
” aahh Bapak kayak ga pernah muda sadja.” yauma bersabda lagi.
” ngomong-ngomong, kamu kelahiran tahun berapa? Tanya Pak Retmon sejenak setelah termenung merenungkan pergaulan anak muda sekarang.
” lha, kok nanya umur Pak? Mana konnek?” yauma tanya balik.
”jawab sadja.”
” 86 Pak.”
” sudah pernah pacaran? Berapa kali?”
” sudah Pak dua kali.” berbohong ,alibi karena takut diejek.
“Wah….. sayang sekali. Kamu belum beruntung Anakku.“
„ maksud Bapak?“
„ saya bermaksud merekomendasikan kamu ke pondok pesantren di Jawa yang baru diresmikan. Namanya ponpes Darul Anhar.“
’’Ponpes di Jawa? Anhar? Tak asing rasanya Pak.“
”ya iyalah tak asing. Itu ponpes yang baru sadja didirikan oleh Pak Anhar, orang tua Bu Retha Anhar, guru mu, ia ngajar di sana. Nah.... saya yakin kamu bisa menjadi siswa hebat di sana.”
Yauma menangis. ”Saya memang tak pernah punya pacar Pak.... ini karena takdir saya... penyakit ini....” rintihnya dalam hati..
Langganan:
Postingan (Atom)